Kisah ini saduran dari sebuah dongeng
internasional tentang Bulu Angsa (saya lupa pengarangnya krn
menghafalnya di luar kepala sejak 10 thn lalu), saya menggantinya dengan
versi Indonesia. Jika ada kesamaan dengan inti cerita, ini dimaksudkan
untuk diambil manfaatnya saja.
Hari ini kita belajar tentang Fitnah, ucap Ibu Hanifah saat memulai pelajarannya.
Buka halaman berapa bu? tanya anak-anak hampir bersamaan.
Ibu Hanifah menggeleng, Gak
perlu, kalian cukup mengeluarkan selembar kertas kosong. Boleh kertas
bekas, boleh kertas kosong. Apa saja, masing-masing anak hanya boleh
satu lembar. Lalu sobek-sobeklah kertas itu sekecil-kecil mungkin. Siapa
yang paling kecil dan paling banyak menghasilkan sobekan kertas, akan
mendapat kesempatan pertama melakukan langkah selanjutnya. Tampung hasil
sobekan kalian nanti di sini! Ibu Hanifah memberi kode ketua kelas
untuk membagikan puluhan kotak kosong yang tadi dibawanya masuk pada
seluruh murid.
Memangnya langkah selanjutnya apa
bu? tanya Aswan ingin tahu. Pelajaran PPKN dari Ibu Hanifah selalu
menarik untuk diikuti dan Aswan sangat suka hal-hal menyenangkan seperti
ini. Mana ada kan guru menyuruh menyobek kertas kecil-kecil?
Mmm baiklah, dia akan mendapatkan kesempatan pertama menyebarkan sobekan kertas itu nanti, jawab Ibu Hanifah.
Hah? Yang benar bu? Ibu Hanifah
mengangguk. Melihat anggukan itu, anak-anak langsung melakukan perintah
si Ibu guru dengan cepat. Suara mereka ribut saat mulai menyobek-nyobek
kertas, memamerkan pada temannya dan saat melihat temannya jauh lebih
banyak, mereka kembali menyobek kertas-kertas itu hingga hampir menjadi
seperti butiran.
Ckckck! Kalian memang hebat kalau
diajak main ya? Coba kalau belajar juga seperti itu juga. Ibu Hanifah
tertawa kecil saat melihat betapa bersemangatnya para murid diajak
seperti itu.
Ini juga kan lagi belajar, bu, jawab Siti Farida sambil tertawa geli. Ibu Hanifah hanya tersenyum-senyum.
Oke, sekarang siapa yang paling
banyak? Ayo maju satu persatu biar Ibu periksa! Nanti setelah itu
jadikan satu dalam tas plastik itu ya!
Baik, Bu!
Satu persatu semuanya maju. Dan
seperti perkiraan Bu Hanifah, Aswanlah pemenangnya. Aswan girang sekali.
Dia tak pernah juara kelas, tapi soal beginian dia paling suka.
Oke, sobekannya sudah kita
kumpulkan semua. Aswan, kamu bawa tas plastik ke lapangan ya. Dan
anak-anak yang lain, kita ke lapangan bola dulu.
Eh, jangan-jangan mau ditebar di lapangan bola nih? celetuk Kasih saat rombongan itu berjalan beramai-ramai.
Masak boleh sih? Entar siapa yang mau bersihin?
Memangnya apa hubungannya dengan fitnah ya?
Meski ikut mendengar celetukan
anak-anak didiknya, Ibu Hanifah tak berkomentar apapun. Ia tetap
meneruskan langkahnya dengan yakin. Begitu tiba di tepi lapangan bola
yang berangin, Ibu Hanifah meminta anak-anak berjejer rapi. Aswan
dipanggil ke sisi Ibu Hanifah.
Sekarang, ambil sebanyak yang kamu, Wan. Genggamlah, lalu tiuplah sesukamu!
Mata Aswan membulat. Benar nih, Bu? Ibu Hanifah mengangguk.
Tangan Aswan membuka tas plastik
dengan cepat, mengambil segenggam besar sobekan kertas sementara
teman-temannya yang lain memintanya menyisakan untuk mereka. Dengan
penuh semangat ia meniup sekencang mungkin sobekan kertas itu, dibantu
oleh angin dengan cepat sobekan kertas itu menyebar ke mana-mana.
Kepala Sekolah dan Guru Olahraga
ikut menyaksikan dari kejauhan. Melihat kejadian itu. Pak Hasim si Guru
Olahraga berang. Eeeh, apa-apaan mereka itu? Ia hendak beranjak menuju
lapangan ketika tangannya ditarik oleh Kepala Sekolah.
Biarkan saja, Pak Hasim. Tadi Bu Hani sudah minta izin sama saya. Dia janji akan membereskannya. Kita lihat saja.
Aswan puas saat memandang hasil
sobekan yang menyebar cukup banyak. Ibu Hanifah menatap ke arah
anak-anak yang lain dan satu persatu mereka melakukan hal yang sama
seperti Aswan walaupun tak sebanyak yang Aswan sebar.
Setelah sobekan kertas habis, anak-anak saling tertawa lepas. Mereka senang melihat hasil permainan mereka yang menyenangkan.
Nah, sekarang! Tugas kalian yang
terakhir adalah Ibu Hanifah tersenyum manis. Anak-anak diam
mendengarkan. Kumpulkan lagi semua sobekan kertas yang kalian tebar,
dimulai dari yang paling pertama menebarnya!
Apa?? Anak-anak berteriak kaget.
Kata Ibu, tadi boleh. Kok sekarang harus mengumpulkan sih? tanya Aswan merengut kesal.
Memangnya tadi Ibu bilang habis
menebarkan kertas itu maka tugasnya selesai? Anak-anak menggeleng.
Mereka melotot pada Aswan, si tertuduh yang paling banyak menyobek
kertas.
Bu, pakai sapu boleh ya bu? rayu Aswan. Ibu Hanifah menggeleng. Wajah kecewa terlihat di wajah murid-murid yang lain.
Meskipun bersungut-sungut
anak-anak memungut sobekan kertas itu, beberapa dari mereka mengomel
pada Aswan. Beberapa kali Aswan disalahkan teman-temannya karena sobekan
kertas Aswanlah yang paling kecil hingga sulit untuk diambil, Maka
setiap kali mereka menemukannya, Aswan pun dipanggil untuk memungutnya.
Tak heran dia nampak kelelahan sebelum selesai melakukannya.
Sudah cukup! kata Bu Hanifah.
Lapangan belum bersih benar, tapi karena melihat anak-anak sudah lelah
maka Ibu Hanifah menyudahi tugasnya.
Fitnah itu seperti sobekan
kertas-kertas yang kalian tebar itu. Ia begitu ringan dan mudah sekali
tertiup, dihembuskan oleh sedikit angin maka dengan cepat ia akan
menyebar ke mana-mana. Ibu Hanifah menunduk, mengambil satu sobekan
kertas yang berada di dekatnya. Kadang-kadang karena terlalu kecil dan
hanya karena nafsu, fitnah tak lagi jelas apa bentuknya. Contohnya
sobekan ini, apa kalian tahu ini sobekan ini tadinya apa jika tadi tak
melihat bentuknya dari awal? Tidak. Karena yang kalian lihat hanyalah
potongan kecil dari sebuah kertas. Entah apa kertas ini sebelumnya ada
tulisannya atau masih kosong? Tak ada yang tahu.
Anak-anak terdiam mendengarkan.
Sekarang, saat kalian harus
mengumpulkan kembali sebaran kertas itu. Tidak mudah, bukan? Padahal ini
tak seberapa dibandingkan fitnah atau gosip bohong yang terlanjur
menyebar. Jika mengumpulkan kertas masih bisa dilakukan, memperbaiki
fitnah itu benar-benar sangat sulit. Jadi kalian bisa memetik pelajaran
hari ini?
Bisa!! teriak anak-anak bersamaan.
Apa itu? Coba Aswan kamu jawab,
pelajaran apa yang kamu dapat hari ini? tanya Ibu Hanifah sambil
tersenyum menggoda. Sejak tadi wajah muridnya yang paling keras kepala
itu sudah cemberut terus.
Mmm Nanya dulu sampai selesai
sebelum mengerjakan tugas bu Hani! jawab Aswan seenaknya yang disambut
gelak tawa teman-temannya. Ibu Hanifah juga tertawa.
Iya bu, kami paham. Membuat
fitnah itu segampang menyobek kertas, lalu gosip atau fitnah itu mudah
sekali dihembuskan atau ditiupkan, tapi kalau sudah tersebar maka akan
sulit diperbaiki lagi, jawab Farida setelah mereka berhenti tertawa,
memperbaiki jawaban Aswan yang asal-asalan.
Ya, bagus. Itu kesimpulan
pelajaran yang ingin Ibu berikan buat kalian. Semoga kalian tetap
mempertahankan kesimpulan ini benar-benar sampai kapanpun dan paling
penting benar-benar mempraktekkannya. Sekarang kalian boleh mengambil
sapu dan bersihkanlah sisa sobekan kertas ini sampai bersih. Pelajaran
selesai setelah kalian menyelesaikannya, setelah itu kalian boleh
istirahat!
Pekik riang anak-anak pecah
seketika, termasuk Aswan yang dari tadi masih terlihat kesal. Sementara
dari kejauhan, tatapan kagum terpancar dari sepasang mata milik Kepala
Sekolah dan Pak Hasim yang menyaksikannya dari kejauhan sedari tadi. Ibu
Hanifah memang unik, seringkali memberi pelajaran dengan cara yang aneh
tapi apa yang diajarkannya benar-benar mengena dalam hati.
*****
Taurus In Motivation
0 komentar:
Posting Komentar