Blog Baru

Semua ada disini

Taurus Blogger

disini banyak artikel menarik

Wisata Yuk...!!!

Website tentang pariwisata di Malang Raya

Mari Memasak

Disini banyak aneka resep Masakan dan Minuman

Taurus Site

Blog Baru yang berisi motivasi

MEMOTIVASI DAN TERUS MENCARI JATI DIRI
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Kisah si Anak Buta

18.08 | , , ,


Seorang anak buta duduk bersila di sebuah tangga pintu masuk pada sebuah supermarket. Yup, dia adalah pengemis yang mengharapkan belas kasihan dari para pengunjung yang berlalu lalang di depannya. Sebuah kaleng bekas berdiri tegak di depan anak itu dengan hanya beberapa keping uang receh di dalamnya, sedangkan kedua tangannya memegang sebuah papan yang bertuliskan “Saya buta, kasihanilah saya.”

Ada Seorang pria yang kebetulan lewat di depan anak kecil itu. Ia merogoh sakunya, mengeluarkan beberapa keping uang receh, lalu memasukkannya ke dalam kaleng anak itu. Sejenak, pria itu memandang dan memperhatikan tulisan yang terpampang pada papan. Seperti sedang memikirkan sesuatu, dahinya mulai bergerak-gerak.

Lalu pria itu meminta papan yang dibawa anak itu, membaliknya, dan menuliskan beberapa kata di atasnya. Sambil tersenyum, pria itu kemudian mengembalikan papan tersebut, lalu pergi meninggalkannya. Sepeninggal pria itu, uang recehan pengunjung supermarket mulai mengalir lebih deras ke dalam kaleng anak itu. Kurang dari satu jam, kaleng anak itu sudah hampir penuh. Sebuah rejeki yang luar biasa bagi anak itu.

Beberapa waktu kemudian pria itu kembali menemui si anak lalu menyapanya. Si anak berterima kasih kepada pria itu, lalu menanyakan apa yang ditulis sang pria di papan miliknya. Pria itu menjawab, “Saya menulis, ‘Hari yang sangat indah, tetapi saya tidak bisa melihatnya.’ Saya hanya ingin mengutarakan betapa beruntungnya orang masih bisa melihat. Saya tidak ingin pengunjung memberikan uangnya hanya sekedar kasihan sama kamu. Saya ingin mereka memberi atas dasar terima kasih karena telah diingatkan untuk selalu bersyukur.”

Pria itu melanjutkan kata-katanya, “Selain untuk menambah penghasilanmu, saya ingin memberi pemahaman bahwa ketika hidup memberimu 100 alasan untuk menangis, tunjukkanlah bahwa masih ada 1000 alasan untuk tersenyum.”
Taurus In Motivation
Read More

Tolong Jaga Mata Saya

04.18 | , ,

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena dia buta. Dia juga membenci semua orang, kecuali pria kekasih tercintanya. Dia selalu ada untuknya. Gadis itu mengatakan kalau seandainya dia bisa melihat, maka dia akan menikahi pria kekasihnya itu.

Suatu hari, seseorang mendonasikan sepasang matanya untuknya agar dia bisa melihat segalanya, termasuk kekasihya itu.
Kekasih prianya itu bertanya padanya,
"karena sekarang kau sudah bisa melihat, apakah sekarang engkau mau menikahiku?"
Gadis itu shock dan kaget karena kekasihnya itu ternyata juga buta, dan dia menolak untuk menikahinya.

Pria itu pun pergi dengan kesedihan yang sangat mendalam, dan beberapa waktu kemudian dia menuliskan surat untuk gadis itu.
"TOLONG JAGA MATA SAYA BAIK-BAIK....."


Beginilah manusia berubah ketika status mereka berubah. Hanya beberapa orang yang mengingat seperti apa hidupnya dahulu, dan siapa yang telah menemaninya pada saat-saat menderita.
Read More

cerpen Putri Salju dan Burung Kuntul

02.55 | ,



Nun jauh di bagian utara, ada sebuah kerajaan salju, musim dingin di sana sangat panjang, dan hampir sepanjang tahun diselubungi salju. Sedangkan musim panas sangat pendek, dalam sekejap telah berlalu.

Raja Salju adalah seorang raja yang arif bijaksana, ia mempunyai seorang putri yang cantik yaitu Putri Salju, ia sama seperti ayahandanya baik, karena acap kali memberitahu: “Hanya orang yang berhati baik, baru bisa mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.”

Setiap hari, saat Putri Salju bersantai, pasti akan berdiri di depan sebuah jendela besar istana kerajaan memandang ke luar. Di pandang dari sana, bisa melihat salju, laut yang telah membeku menjadi gumpalan es, setiap pada saat demikian, ia akan teringat musim panas yang indah, rerumputan yang hijau segar dan sederetan perumpung yang dilalui kuntul yang indah di bawah langit biru, terbayang akan pernikahannya yang akan segera tiba.

Pada sebuah malam terang bulan yang dingin, putri datang lagi di depan jendela istana, cahaya bulan yang terang benderang bagaikan di siang hari menyinari dengan jelas segala yang berada di luar jendela, udara semakin dingin, di atas kaca jendela mulai diselubungi selapis bunga salju yang halus, lembut dan gemerlapan, sangat indah. Dan terbersit pikiran putri salju melihat pemandangan yang indah itu, “Jika saja bisa memakai mahkota seperti bunga salju ini, oh alangkah indahnya.”

Pada hari kedua, penjahit di dalam istana mulai membuat pakaian pengantin sang Putri Salju, namun tidak ada yang tahu bagaimana membuat mahkota seputih bunga salju.

Suatu hari, seorang tua datang ke istana, katanya ia bisa membuat mahkota yang demikian, namun harus memakai seikat mahkota phoenix yang kusut masai yang tumbuh pada musim semi di atas kepala burung kuntul, dan persis seperti bunga salju. Dengan sangat gembira mata Putri Salju memancarkan sinar ceria: “Ya! Saya memang ingin memakai perhiasan bulu seperti itu, lalu bagaimana baru bisa mendapatkannya?” Orang tua merendahkan nada suaranya, dan membisikkan ke telinga sang putri: “Hanya perlu membunuh seekor burung kuntul.”

“Membunuh burung kuntul”, mata sang putri menjadi redup, “Tidak, Tidak.”

Putri terbayang akan burung-burung besar yang indah itu yang terbang melintas di atas langit pada musim panas, bagaimana boleh saya berbuat demikian? Namun, bagaimana dengan mahkota yang indah itu? Lama sekali sang putri tidak dapat mengambil keputusan, dengan demikian tidak lama kemudian, putri salju lalu berdiri di depan jendela besar yang digemarinya dan merenungkan dalam-dalam. Tidak lama kemudian tertidur.

Dalam mimpinya, putri melihat si orang tua membawa sebuah mahkota yang indah sekali memakai kotak emas, bulu yang halus dan putih bersih, butir-butir berlian yang berkilauan. Sang putri yang memakai perhiasan mahkota, sangat mempesona dalam pernikahannya, semua orang melongo oleh paras putri yang cantik.

Di musim panas setelah pernikahan itu, putri salju dan ayahandanya berkunjung lagi di padang rumput hijau yang sedang bersemi di luar istana, dan masuk ke semak perumpung.

Di bawah langit biru, mengapa tak terlihat seekor burung kuntul pun? Sang putri merasa sangat aneh. Tiba-tiba, sang putri melihat ribuan ekor burung kuntul berbaring di depan, ada yang telah mati, ada yang mulutnya terbuka sedang mengembuskan napas terakhir. Saking terkejutnya, putri menutup matanya, dan berteriak panik: “Ya Tuhan, kenapa bisa begini?”

Seekor burung kuntul yang akan segera mati berkata pada sang putri: “Kamulah orang pertama yang memakai bulu mahkota kami dan membuatnya sebagai perhiasan mahkota, dan mahkota burung kuntul yang sama yang diinginkan orang-orang sudah hampir musnah dibunuh, di atas dunia ini tidak akan ada lagi burung kuntul.” Sang putri yang sangat menyesal terjaga dalam teriakannya, dan baru menyadari ternyata hanya sebuah mimpi.

Putri yang terjaga dari tidurnya mengenang kembali suasana dalam mimpinya, jantungnya terus berdetak: “Untung, masih belum membunuh seekor burung kuntul pun. Sang putri merasa bersalah dengan pikirannya yang menginginkan kecantikan sesaat dirinya yang membangkitkan pikirannya hendak membunuh seekor burung kuntul. Sang putri meminta ayahandanya memaklumatkan kepada pejabat dan rakyat seluruh negeri, dilarang melukai makhluk hidup lain hanya untuk beberapa hal yang tidak berarti.

Musim panas telah tiba, dan pernikahan putri salju benar-benar akan dilaksanakan, ketika sang putri yang menggenggam bunga dan mengenakan busana pengantin melangkah keluar dari istana, langit tampak biru cerah, pejabat-pejabat seluruh negeri yang datang menghadiri pernikahan sang putri tidak melihat perhiasan (mahkota) apa-apa di atas kepalanya, namun hatinya yang baik membuat sang Putri Salju tampak semakin menggugah hati.

Tiba-tiba, di bawah sinar mentari orang-orang melihat di atas langit yang tiada awan sedikit pun melayang seserpih bunga salju yang gemerlapan, ribuan serpihan bunga salju yang bening gemerlap berputar di atas langit, menari-nari, dan semakin lama semakin cepat, serta memancarkan cahaya warna-warni di bawah sinar mentari. Dan tiba-tiba, gumpalan cahaya warna-warni itu berhenti berputar dan tampak sebuah mahkota yang sangat indah, lembut gemerlap bercahaya sangat indah bagaikan berlian yang berkilauan di bawah sinar mentari perlahan-lahan melayang turun ke atas kepala sang putri.

Ternyata, dewi kuntul yang berada di atas langit mengetahui hati sang putri salju yang baik, lalu menggunakan sari mujarab bunga salju menganyam mahkota itu dan dihadiahkan kepada sang putri sebagai penghargaan atas kebaikan hati sang putri salju. Dan sejak itu, kehidupan orang-orang negeri salju semakin makmur sejahtera dan harmonis, semua orang saling memperlakukan dengan baik, melindungi dan menyayangi segalanya, dan negeri salju pun menjadi semakin indah.

Taurus In Motivation
Read More

Kisah Cinta Seorang Dokter

05.13 | , , , ,


Menuliskan kisah ini mengingatkan aku pada setahun yang lalu. Saat seorang dokter menuliskan kisah cintanya pada catatanya faceebook.

Jujur saat membaca kisahnya membuat airmataku tidak terbendung lagi. Semangatku benar-benar pudar. Rasa bangga dan hormatku terhadap dokter tersebut semakin besar.

Dalam hatiku, kalau saja sebagian orang menganggap ketika terjadi perpisahan dengan orang yang dikasihi dan cintainya. Lantas mereka mengatakan “ wajarlah cinta memang tak harus memiliki”. Maka, bisa dipastikan semua yang mereka rasakan dari cinta yang dimiliki selama ini hanyalah sebuah fatamorgana belaka.

Namun, jika mereka mengalami sebuah perpisahan dengan orang yang paling mereka cintai. Lantas mereka mengatakan, cinta yang kumiliki benar ikhlas untukmu. Ada maupun tidak ada dirinya cinta ini akan tetap kujaga. Maka, inilah cinta yang seutuhnya. Cinta yang tidak termakan waktu, cinta yang tidak dibatasi kematian, cinta yang tak termakan usia, cinta yang tahu dimana akhirnya berujung.
Sahabatku…
Inilah kisah sosok pencinta sejati yang dimiliki oleh dokter muda. Mudah-mudahan dari kisahnya, kita dapat mengambil pelajaran berharga bahwasanya cinta memang harus memiliki. Selamat menikmati!!!

Kepergianmu yang begitu cepat meninggalkan dunia ini…meninggalkan diriku dan kedua anak kita (Ubaidillah dan Syifa)..apalagi engkau pergi dalam keadaan mengandung anak kita…sang mujahid atau mujahidah kecil calon penghafal Qur’an…sungguh bagaikan mimpi.
Masih hangat dalam ingatanku tawa candamu,suaramu,kenangan indah bersamamu Dinda…bahkan hari-hari terakhir bersamamu…tidak ada tanda-tanda bahwa Dinda akan meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Seiap kali aku mengingat dirimu…mata ini tidak tahan untuk meneteskan airmata..bahkan saat aku menulis surat ini.Saat kutatap wajah anak-anak kita…aku sangat sedih bahwa mereka harus berpisah dengan umminya begitu cepat…disaat mereka membutuhkan belaian kasih sayang darimu.
Masih hangat dalam ingatanku detik-detik terakhir saat Dinda pergi untuk menghadap Sang Kholiq… Allah membangunkan diriku saat engkau menghadapi sakaratul maut..ketika itu tepatnya hari jumat 11 maret pukul 03.00 dini hari…aku terbangun saat mendengar suaramu yang tidak seperti biasanya..berbagai upaya aku lakukan untuk membangunkan dirimu sampai anak-anak terbangun dan bertanya sambil menangis…”kenapa ummi tidak bangun-bangun Abi..?”..akupun hanya bisa menghibur mereka “Ubaid dan Syifa doakan Ummi ya Sayang”.

Melihat keadaan istriku yang tidak sadar,kuperhatikan nafasnya yang sudah berhenti..namun aku masih belum yakin bahwa istriku sudah pergi..maka saat itu juga aku telfon pamannya yang kebetulan tinggal tidak jauh dari tempat kami…maka kami pun membawanya ke rumah sakit bersama dengan anak-anakku.
Setibanya di rumah sakit..maka dokterpun memeriksanya..dan hasilnya bahwa istri dan bayi kami sudah meninggal dunia… meninggalkan kami untuk selama-lamanya.Dalam hati aku bertanya…secepat inikah Dinda meninggalkan kami..Maka aku panggil kedua anakku Ubaid dan Syifa untuk mencium Ummi dan Adiknya yang masih dalam kandungan.

Aku kataka…”Cium ummi dan adik nak..katakan selamat jalan Ummi..ubaid dan syifa sayang sama Ummi..kemudian mereka mencium perut umminya dan “selamat jalan adik..jaga ummi ya..”.Kami pun semua menangis melepas kepergiannya menghadap Robbul Alamin
Selamat jalan..wahai Mujahidahku tersayang…
Dinda memang terlahir untuk menjadi mujahidah…Allah telah membentuk dirimu untuk hidup tegar.Sebagai anak semata wayang..Dinda pun harus kehilangan kedua orang tua saat usia remaja.Ketegaranmu terhadap agama Allah tidak menyurutkan niatmu untuk menjadi seorang Dokter.Bahkan setelah menyandang gelar dokter..perjuanganmu semakin besar untuk Islam.
Selamat Jalan ..wahai Mujahidahku tersayang…
Kepergianmu yang begitu cepat…seakan-akan menyadarkan semua orang bahwa memang ajal adalah sebuah misteri yang hanya Allah yang mengetahui.Semuanya adalah titipan dari-Nya yang setiap saat Dia berhak untuk mengambilnya dangan caraNya yang Maha Bijaksana.Walaupun terasa begitu pahit…tapi aku yakin..bahwa inilah yang Terbaik yang Allah berikan kepada kami.
Selamat Jalan ..wahai Mujahidahku tersayang…
Kami relakan kepergianmu untuk bertemu dengan Allah…Dia begitu sayang kepada Ummi dan adik.Dan inilah saatnya Allah mengajarkan kepada kami tentang makna kesabaran dan keridhoan.Abi faham..untuk menjadi single parent tidaklah mudah…tapi inilah episode kehidupan yang harus Abi lewati..Allah telah mengambil Ummi dan Adik..tetapi masih menyisakan Ubaid dan Syifa yang juga merupakan amanah dari-Nya.Semoga Abi diberikan kekuatan dan kesabaran untuk mendidik mereka menjadi mujahid dan mujahidah seperti Abi dan Umminya atau bahkan lebih baik…Aminnn Ya Hayyu ya Qoyyuum…
Selamat Jalan..wahai Mujahidahku tersayang…
Semoga kepergianmu dan anak kita tercinta..merupakan tanda-tanda kebaikan husnul khotimah..Dinda pergi tanpa menyusahkan kami dan bertepatan dengan hari Jum’at.Dinda lebih tahu dari kami semua…karena Dinda sendiri yang merasakannya..bahkan mungkin saat ini Dinda sedang bermain-main dengan si kecil disana.Semoga Allah melapangkan kubur Dinda dan menjadikaannya sebagai taman syurga.Selesai sudah tugas Dinda untuk menemani kami di dunia..kami akan sangat merindukanmu…
Selamat Jalan …..wahai Mujahidahku tersayang…
Yaa Allah….dariMu semua kebahagian dan duka ini…semua peristiwa adalah cara Engkau berbicara dan menyapa kami.Kami yakin bahwa semua yang engkau takdirkan adalah yang TERBAIK .Engkau Maha Bijaksana untuk menguji hamba-hamba-Mu..

Sahabatku.
Tulisan tangan dokter ini, membuat kami semakin sadar bahwa mencintai itu persoalan bagaimana kita mampu menjadi orang terbaik, di saat orang lain meragukan kemampuan kita, di saat kita ditinggal orang yang kita cintai, mencitai itu bagaimana seorang mampu memaknai sisa-sisa kenangan yang terindah yang pernah tercipta bersama orang yang kita cintai. Bukan malah menyalahkan, takdir yang tidak bersahabat dengan kita, bukan malah menyalahkan ketidakadilan tuhan pada kita. Atau dengan kepasrahan nyata, anda mengatakan cinta tak harus memiliki. Percayalah! Hakekat cinta itu memiliki, kalau anda tidak siap memiliki cinta berarti diri anda sendiri tidak mampu memberi kesempatan orang lain untuk mencintai anda.

Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepad dokter ini. Makanya , kisah saya abdikan dalam buku saya.

Info terakhir yang kami dapat mengenai dokter ini, sampai sekarang beliau belum menikah. Disamping kesibukannya di rumah sakit. Beliau juga tetap setia menjaga dua buah hati hasil dari benih cintanya.

 

Taurus In Motivation
Read More

Aku dan Tukang Ojek

04.54 | , , , ,


Aku seorang tukang ojeg anak sekolah yang berasal dari Tanjung Pinang, aku ngojeg dari kelas 3 SMA sampai aku kuliah. Banyak orang menjelekan pekerjaanku itu, mulai dari tetangga dan bahkan temanku sendiri tapi aku tidak menghiraukan ejekan tersebut yang penting bagiku itu kerjaan yang halal apalagi di saat kondisi keluarga yang serba kekurangan dan dilihat kondisi sekarang saat ini susah untuk mencari kerjaan, tukang ojeg itu lebih baik daripada pekerja kantor atau pejabat yang melakukan korupsi.

Cita-citaku adalah seorang guru dan sekarang aku kuliah semester enam di Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Fakultas Tarbiyah jurusan B. Indonesia, sehingga untuk memenuhi cita-citaku aku membantu Ibu jadi tukang ojeg, tiap hari aku ngojeg dari jam 06.30 sampai dengan jam 01.30 setelah itu aku istirahat sebentar kemudian jam 02.00 aku berangkat kuliah tiap hari kerjaanku seperti itu kecuali hari minggu karena aku ngojeg anak SD dan aku mempunyai pelanggan sebanyak 37 orang.

Pertama kali ngojeg sempat mempunyai perasaan malu dan ingin berhenti tetapi aku berfikir kembali buat apa malu…? profesi ojeg itu mulia yang terpenting rejeki yang dihasilkan halal dan kalau aku tidak bantu Ibu bagaimana aku bisa menggapai cita-cita mulia itu, dari sejak itu apapun yang dikatakan orang aku abaikan bahkan tidak dianggap sama sekali.

Suka duka aku hadapi ketika lagi ngojeg mulai dari cuaca baik itu panas atau hujan aku harus terus jalan karena itu kewajibanku bahkan kejadian yang paling parah ketika ibu dari anak pelangganku melapor bahwa anaknya tidak ada di sekolah dan ternyata anak itu diculik tapi alhamdulillah anak tersebut dikembalikan ke sekolah karena diperjalanan anak itu terus merengek-rengek sehingga penculik gak betah dan mengembalikan anak tersebut ke sekolah.

Walaupun tiap hari kerjaanku lumayan melelahkan, setelah ngojeg kemudian aku berangkat kuliah tapi aku menikmati hal tersebut mungkin itulah yang terbaik bagiku untuk saat ini makanya aku menjalani kerjaan itu dengan senang hati sehingga semua itu mudah bagiku.

Aku yakin setelah aku lulus kuliah pasti Allah SWT mempunyai rencana yang terbaik bagiku dan yang paling terpenting ada satu laki-laki yang baik yang meminangku bahkan keluarganya bangga terhadapku.

Tak lupa aku selalu menyertakan Tuhan dalam setiap rencana dan cita-cita
 

Taurus In Motivation
Read More

Kisah Nenek tertua berusia 70 tahun pembawa galon air minum

02.31 | , , , ,

Seorang wanita renta dengan berat badan hanya sekitar 37,5 Kg, usianya sudah 70 tahun yang tinggal di Distrik Shijingshan Beijing mungkin menjadi wanita tertua sebagai pengantar air di kota tersebut. Gao Meiyun sejak 2006 bekerja sepanjang hari mulai pukul 06.00 hingga jam 22.00. Setiap hari ia mengatar sekitar seratus galon air minum ukuran 20 kg ke berbagai apartemen dan banyak perkantoran di Beijing bagian Barat. Hal ini diberitakan oleh salah satu artikel di China Foto Press.

Gao Meiyun yang sudah hidup sebagai janda tinggal bersama dengan anaknya yang lumpuh dan cucu yang cacat mental. Cucunya mengalami kecelakaan lalu lintas pada tahun 2008. Kadua kakinya harus dioperasi. Gao harus berhutang kepada orang-orang di sekitarnya untuk membayar biaya pengobatan cucunya tersebut. Namun, hutang yang sudah sedemikian banyak masih kurang untuk menyelesaikan pembayaran pengobatan anaknya.

Mereka bertiga tinggal dalam kamar sempit ukuran 20 m2 tanpa pengatur udara namun justru dipenuhi dengan botol air mineral di setiap sudut ruangan. Uang yang ia peroleh sebagai pengantar air mineral dalam galon menjadi satu-satunya penghasilan untuk hidup sehari-hari sekaligus untuk membiayai pengobatan anaknya.

Gao Meiyun menjadi sangat terkenal di masyarakat karena hampir tidak ada orang seusianya yang bekerja berat serta membutuhkan ketahanan fisik seperti itu. Namun, sejauh para pelanggan memerlukannya, Gao setiap saat pasti siap mengantarkan pesanan air minum galon tanpa memperdulikan cuaca. Tertatih-tatih ia menaiki satu persatu anak tangga menuju ke tempat pemesannya. Ia juga mengatakan bahwa keluarganya adalah motivasi untuk melanjutkan pekerjaan beratnya.
Gao Meiyun yakin bahwa suatu ketika anaknya akan menggantikan usahanya. Namun, kenyataan, anaknya tidak mampu melakukan hal itu karena masalah kesehatan yang ia derita. Sayangnya, Gao Meiyun sendiri sekarang mengalami gangguan kesehatan. Ia menderita batuk yang cukup parah. Tubuhnya juga menjadi bongkok karena bertahun-tahun mengangkat ratusan botol air mineral yang sedemikian berat.

Akhir-akhir ini ada beberapa sukarelawan yang membantunya setiap hari Rabu. Ada para donatur yang membantu keuangannya pula. Disebutkan dalam salah satu sumber, sejak berita ini muncul di surat kabar dana yang telah diterima Gao Meiyun sebesar 100.000 yuan ($ 15,016,59). Setiap bulan pemerintah juga telah memberikan bantuan sebesar 3.000 yuan ($ 450,50) yang hanya cukup untuk biaya hidup namun bukan biaya pengobatan. Sekolah tempat cucunya belajar juga telah memberikan bea siswa secara penuh alias gratis.


Taurus In Motivation
Read More

Kasih Sayang Seorang Ibu

17.19 | , , , ,

Image

Seorang ibu tidak cukup diperlakukan dengan baik, penuh hormat dalam setahun sekali saja, akan tetapi justru anak-anaknya yang berkewajiban untuk menjaga, memberikan perhatian dan taat kepadanya pada selain maksiat kepada Allah di setiap waktu dan tempat. (Majmu’ Fatawa 2/301)
Berbakti kepada ibu adalah perintah agama. Bahkan Rasulullah sampai menyebut kata ibu sebanyak tiga kali dalam konteks melayani dalam berbakti. Barulah yang keempat disebut bapak. Karena itu, bagi anak soleh, setiap hari adalah hari ibu dan hari ayah untuk memberikan perhatian kepada mereka.
Ibu tidak mengenal waktu mencurahkan kasihnya. Sejak pertama kali ia mual karena ngidam, sebenarnya ia sudah tersiksa demi janin yang dikandungnya. Tapi ibu menerimanya dengan hati lapang dan gembira. Sampai terus perutnya membuncit, ibu berada pada kondisi yang lelah di atas lelah (wahnan ’laa wahnin). Dan jika ada orang yang senang jika perutnya ditendang-tendang anak kecil, ibu hamillah orangnya.
Tanyakanlah pada wanita ibu tentang payahnya mengandung. Tanyakanlah pada wanita ibu tentang sakitnya melahirkan. Tanyakanlah pada wanita ibu tentang peristiwa menyusui. Tanyakanlah pada wanita ibu rasa berat saat datang waktu menyapih. Tanyakanlah pada wanita ibu saat buah hatinya demam tinggi. Tanyakanlah pada wanita ibu yang rela menghisap cairan yang menyumbat hidung buah hatinya. Tanyakanlah pada wanita ibu saat mengorbankan rasa jijiknya mengganti popok dan makan siangnya disisihkan dahulu. Tanyakanlah pada wanita ibu saat dengan telaten mengajari menuntun langkah-langkah kecil. Tanyakanlah wanita ibu saat melepas anaknya pergi digapit pasanganya. Dia yang selalu setia mengusap air mata si kecil saat tertumpah. Jika ada orang yang tidak pernah lelah mencintai, dialah wanita ibu.
Haruskah penghormatan atasnya dibatasi setahun sekali, sedangkan dia tidak pernah berhenti menyayangi anaknya? Jangan, sebab tidak ada harta yang cukup untuk membayar air susunya. Tidak ada hati yang bisa menggantikan dekapannya. Tidak ada kasih yang dapat menggantikan rahimnya. Takkan ada.
Apa yang harus dikatakan pada mereka yang sejak kecil hingga dewasa dia dibanggakan ibunya, tetapi ketika ibunya renta, disisihkannya wanita ibu itu dari mata kawan yang dihormatinya. Lalu dengan seolah menyesal dibuangnya wanita ibu itu di rumah jompo tanpa menimbang rasa. Dijenguknya sesekali jika perlu. Lalu seiring waktu ia melupakannya. Sampai panjang mata wanita itu ia tak lagi kunjung datang. Masa telah menipu wanita ibu itu pada angan-angan, mungkin esok atau lusa anaknya bertandang. Tetapi semuanya tinggal cerita. Foto di genggaman tangannya telah basah oleh air mata. Berulang kali ditatap dan dipeluknya seperti wujudnya dulu dalam dekapan.
”Nak, aku tetap menyayangimu, meski kau jauh melupakanku”.
Oh Allahku … hati ibu masih menyimpan seribu energi untuk membalas tuba dengan air susu.
Duhai sahabat, orang itu seperti putra Umi Tsawab Al-Hazaniyah, dia durhaka kepada ibunya karena isterinya selalu menghalangi untuk berbuat baik kepada ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan kepedihan hati dalam sebuah syair:
Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala masih seperti anak burung, sementara induknya yang menyuapi makanan dan melihat kulitnya yang masih baru tumbuh.
Setelah dewasa dia merobek pakaianku dan memukul badanku, apakah setelah masa tuaku aku harus mengajari etika dan adab.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ”Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak masuk surga” (HR. Muslim No. 4627)


Taurus In Motivation
Read More

Bila Ibu Boleh Memilih

17.18 | , , , ,


Anakku… Bila ibu boleh memilih apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka ibu akan memilih mengandungmu?
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah
Sembilan bulan nak…
Engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata
Anakku…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu, maka ibu memilih berjuang melahirkanmu.  Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga.
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua.
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit, Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun.
Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia Saat itulah…saat paling membahagiakan.
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah, Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan, kalimat syahadat kebesaran Allah
Anakku…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu. Maka ibu memilih menyusuimu, Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu, Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan
Anakku…
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana Maka maafkanlah
Nak…
Maafkan ibu…
Maafkan ibu…
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita, Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu..


Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Tunggu Aku di Pintu Surga"

08.35 | , , ,

google


Seandainya saja bunuh diri itu halal, saya pasti lakukan dulu sebelum jenazah putra saya satu-satunya dan istri dikuburkan. Untuk apa lagi saya hidup ketika seluruh keluarga saya yang selama ini menjadi penghibur hati dan harapan saya telah pergi meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Ketika saya bertanya pada Pak Haji yang membesarkan hati waktu itu, ia hanya diam saja. Saat histeris dan berteriak-teriak marah pada diri sendiri yang tak bisa mencegah musibah itu, tetap saja tak seorangpun berkata apa tujuan hidup saya berikutnya selain kata-kata membujuk untuk sabar. Sabar? Untuk apa?
Saya seorang suami, menikahi wanita Aceh yang baik hati. Ia tak terlalu cantik, tapi orangnya sangat baik dan benar-benar polos. Saat menikahinya, gadis Aceh itu masih sangat muda. Umurnya saja baru 17 tahun dan baru tamat SMU. Saya memboyongnya ke Jakarta setelah berhenti bekerja di Aceh. Sayangnya saat bencana tsunami melanda Meulaboh, seluruh keluarga istri saya menghilang tanpa jejak. Waktu saya dan istri berhasil mencapai kota itu beberapa minggu setelah bencana, tak ada yang tersisa selain lantai keramik rumah yang juga terkelupas sebagian. Istri saya sempat shock hebat. Tapi akhirnya kami bisa melewati masa-masa itu dengan saling menguatkan.
Lama sekali kami baru dikaruniai seorang anak, karena istri saya memiliki kista endometrium. Kami sempat berobat di dokter, tapi harus dioperasi. Istri saya tidak berani menjalani operasi, lalu kami pun pindah ke pengobatan alternatif. Setelah menjalani pengobatan lebih dari setahun, barulah istri hamil. Tepatnya lima tahun setelah menikah, istri saya melahirkan seorang anak laki-laki. Saya bangga bukan main karena anak itu terlahir dengan ukuran tubuh hampir 4 kg. Hebatnya lagi, istri saya melahirkan normal.
Pekerjaan saya yang baru juga sekarang benar-benar mengangkat ekonomi keluarga kami. Saya bisa membeli rumah dan mobil di tahun yang sama setelah Raihan lahir. Kebanggaan saya makin lengkap ketika Raihan terpilih sebagai pemenang lomba bayi sehat.
Dua tahun berlalu, Raihan tumbuh jadi anak yang aktif. Dia sudah pandai bicara, hanya bisa tidur kalau saya yang menidurkannya. Makanya saya pun membeli rumah dekat kantor, agar tiap siang bisa pulang sebentar untuk mengurus Raihan. Kata orang-orang, Raihan mirip sekali dengan Bapaknya. Setali tiga uang dalam segala hal. Raihan memang manja sekali sama saya. Kalau hanya bersama Ibunya, dia biasa-biasa saja tapi begitu saya datang, maka penyakit manjanya langsung kambuh. Maunya digendong saja. Saat itu Raihan suka sekali kalau digelitiki, tertawanya bisa kedengaran sampai ke seluruh kompleks. Saya sering membawanya digendong di pundak sambil berkeliling kompleks dan menyapa para tetangga. Semua orang bilang, duh cakepnya Raihan ini. Raihan memang mewarisi mata Ibunya dan rambut ikal saya yang tebal. Kulitnya putih dan badannya tak terlalu gemuk.
Saya pikir hidup saya sudah sangat sempurna. Istri yang manis, anak yang ganteng dan tambah lengkap lagi ketika istri saya memberitahu kalau ia sudah terlambat haid dua bulan. Waktu itu saya berniat mengajaknya ke dokter untuk periksa. Saya berharap, kali ini dia melahirkan anak perempuan agar melengkapi kebahagiaan saya. Tapi karena di kantor lagi sibuk, saya memintanya pergi sendiri dengan taksi.
Istri saya bilang saat itu, dia maunya saya yang mengantar. Karena itu saya pun mengalah dan berjanji nanti akhir minggu itu kami ke dokter.
Siapa sangka itulah awal malapetaka. Saat tidak ada orang di rumah, istri dan anak saya mengalami musibah. Saya tak bisa dihubungi karena saat itu berada dalam pesawat. Saya melakukan perjalanan dinas ke Nusa Tenggara Barat. Ketika sampai, saya hanya dikabari kalau istri dalam keadaan koma di rumah sakit. Detik itu juga saya memburu tiket untuk pulang ke Jakarta. Di bandara, saya menghubungi handphone istri. Tapi yang menjawab Bapak saya yang meminta saya pulang ke rumah. Padahal saya mau langsung ke rumah sakit melihat istri. Bapak hanya meminta saya pulang dulu anak saya di rumah yang katanya memerlukan saya.
Sampai di rumah, lemas lutut saya ketika melihat bendera kuning kecil sudah berkibar di pagar rumah saya. Ketika itu saya mengira hanyalah istri yang pergi meninggalkan saya untuk selamanya. Tapi ternyata ketika masuk, dua jenazah berjajar menanti kepulangan saya. Saya bingung, jenazah siapa ini?
Bapak mencegah saya melihat kedua jenazah, tapi saya terus memaksa. Dan ketika melihat jenazah anak saya juga terbaring di samping jenazah istri saya, rasanya hati saya hancur bukan main menyaksikan dua orang yang paling saya sayangi sudah tiada. Bapak pun menceritakan apa yang terjadi sesungguhnya, kalau Istri saya mengalami pendarahan hebat, lalu ia meminta tolong tetangga kami untuk dibawa ke rumah sakit. Karena terburu-buru, mereka melewati lintasan kereta api tanpa mendengar sinyal kereta mau lewat. Dan ketiganya tewas di tempat, tertabrak kereta.
Saya marah sekali. Menyesali diri sendiri karena tak bisa mencegah musibah terberat dalam hidup saya. Minggu-minggu pertama itu, saya seperti orang gila dan terus berteriak-teriak marah. Bapak dan Ibu berkali-kali menyuruh saya untuk sholat. Tapi saya malah marah pada mereka dan menyalahkan mereka karena tak mau menemani istri saya saat saya tinggal keluar kota. Ibu dan Bapak sampai menangis mendengar kata-kata saya.
Setelah empat puluh hari lewat, Bapak tetap tak mengizinkan saya hidup sendirian di rumah. Dia masih tinggal bersama ibu. Bedanya ibu di kamarnya yang biasa kalau menginap di rumah saya, sementara saya dan Bapak selalu tidur di kamar tempat Raihan biasa bermain. Saya memang tidur melingkar terus di kasur tipis tempat Raihan biasa bergulingan sendiri. Beberapa kali timbul keinginan untuk mati menyusul mereka. Tapi Bapak terus mendampingi saya. Dia sholat di samping saya, berzikir kalau sedang duduk menemani bahkan sesekali dia mencoba berbicara dengan saya. Tapi pikiran saya benar-benar kosong melompong, hati dan jiwa saya seperti ikut mati bersama keluarga saya.
Suatu subuh, saya terbangun dan sayup-sayup mendengar Bapak berzikir di dekat saya yang lagi tidur. Saya mendengar Bapak juga berdoa lama sekali, entah apa isi doanya tapi Bapak sampai terisak-isak menangis. Saya juga ikut meneteskan airmata dan baru menyadari kalau Raihan juga adalah cucu satu-satunya Bapak. Saya memang punya tiga orang adik, tapi baru saya yang sudah menikah dan punya anak.
Saya duduk dan menyentuh bahu Bapak. Bapak menoleh, tapi berusaha keras tersenyum. Sholat, nak. Doakan anak dan istrimu, ya!
Saat itulah, saya seperti disadarkan dari kesedihan. Saya pun bangkit dan untuk pertama kalinya setelah musibah saya sholat kembali. Saya menangis ketika berdoa, menyesal dan memohon ampun.
Bapak duduk di samping saya menunggu saya selesai sholat. Ketika selesai, Bapak dan saya duduk berdampingan seperti saya masih kecil dulu. Pelan-pelan Bapak menasehati saya.
Kehilangan anak dan istrimu memang musibah besar dalam hidupmu, Nak. Tapi terus menerus menangisi mereka, itu perbuatan yang sia-sia. Di dunia ini kita hanya bersentuhan dengan dua hal, perbuatan baik atau perbuatan buruk. Itu saja. Karena Allah lebih mencintai anak dan istrimu, agar mereka berdua tak berbuat buruk dan berdosa lebih banyak itu sebabnya Allah mengambil dan menjaga mereka berdua. Ini juga sebagai ujian untukmu dan untuk kita sekeluarga. Apakah kita bisa bersama-sama keluar dari ujian kesabaran ini dan menjadi semakin beriman, atau malah jatuh menjadi hambaNya yang berputus asa?
Kalau mau jujur, Bang. Andaikata Bapak ini bisa menangis darah, maka darahlah yang keluar dari mata ini, Nak. Bapak juga sakit di dalam hati sini karena Bapak juga sayang pada menantu Bapak yang soleha dan anakmu yang gagah itu. Tapi seluruh kebahagiaan dunia itu fana. Kebahagiaan sesungguhnya nanti di surga, anakku. Almarhumah istri dan anakmu sudah menantimu di pintu surga. Maukah kau bertahan tetap hidup di dunia dan menjalani hidup yang lebih baik agar nanti bisa bertemu mereka lagi? Dengan mendekatkan diri pada Illahi, insya Allah kau juga bisa melewati ujian ini dengan mudah. Jangan sia-siakan penantian mereka di sana dengan membuat dirimu terjerumus dosa, Bang.
Saya menangis, kali ini bukan karena kehilangan tapi menyesali perbuatan saya selama ditinggalkan orang-orang tercinta. Saya bukannya mendekatkan diri dengan mereka, tapi malah semakin menjauhi mereka. Mereka menanti saya di pintu surga, saya malah berjalan menuju neraka. Saya pun berjanji pada Bapak untuk berubah. Dan sekarang sudah berbulan-bulan berlalu dari hari yang malang itu, saya masih belum bisa melupakan kenangan indah keluarga saya itu, hanya sekarang saya terus berupaya tetap berada di jalan yang lurus, jalan di mana kelak berujung dengan surga tempat kedua orang yang saya cintai menunggu.
Tunggu saya di pintu surga, sayangku dan kebanggaanku! Nanti kita berjalan bersama menuju kebahagiaan sejati itu.
*****


Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Sobekan Kertas"

08.05 | ,

google




Kisah ini saduran dari sebuah dongeng internasional tentang Bulu Angsa (saya lupa pengarangnya krn menghafalnya di luar kepala sejak 10 thn lalu), saya menggantinya dengan versi Indonesia. Jika ada kesamaan dengan inti cerita, ini dimaksudkan untuk diambil manfaatnya saja.
Hari ini kita belajar tentang Fitnah, ucap Ibu Hanifah saat memulai pelajarannya.
Buka halaman berapa bu? tanya anak-anak hampir bersamaan.
Ibu Hanifah menggeleng, Gak perlu, kalian cukup mengeluarkan selembar kertas kosong. Boleh kertas bekas, boleh kertas kosong. Apa saja, masing-masing anak hanya boleh satu lembar. Lalu sobek-sobeklah kertas itu sekecil-kecil mungkin. Siapa yang paling kecil dan paling banyak menghasilkan sobekan kertas, akan mendapat kesempatan pertama melakukan langkah selanjutnya. Tampung hasil sobekan kalian nanti di sini! Ibu Hanifah memberi kode ketua kelas untuk membagikan puluhan kotak kosong yang tadi dibawanya masuk pada seluruh murid.
Memangnya langkah selanjutnya apa bu? tanya Aswan ingin tahu. Pelajaran PPKN dari Ibu Hanifah selalu menarik untuk diikuti dan Aswan sangat suka hal-hal menyenangkan seperti ini. Mana ada kan guru menyuruh menyobek kertas kecil-kecil?
Mmm baiklah, dia akan mendapatkan kesempatan pertama menyebarkan sobekan kertas itu nanti, jawab Ibu Hanifah.
Hah? Yang benar bu? Ibu Hanifah mengangguk. Melihat anggukan itu, anak-anak langsung melakukan perintah si Ibu guru dengan cepat. Suara mereka ribut saat mulai menyobek-nyobek kertas, memamerkan pada temannya dan saat melihat temannya jauh lebih banyak, mereka kembali menyobek kertas-kertas itu hingga hampir menjadi seperti butiran.
Ckckck! Kalian memang hebat kalau diajak main ya? Coba kalau belajar juga seperti itu juga. Ibu Hanifah tertawa kecil saat melihat betapa bersemangatnya para murid diajak seperti itu.
Ini juga kan lagi belajar, bu, jawab Siti Farida sambil tertawa geli. Ibu Hanifah hanya tersenyum-senyum.
Oke, sekarang siapa yang paling banyak? Ayo maju satu persatu biar Ibu periksa! Nanti setelah itu jadikan satu dalam tas plastik itu ya!
Baik, Bu!
Satu persatu semuanya maju. Dan seperti perkiraan Bu Hanifah, Aswanlah pemenangnya. Aswan girang sekali. Dia tak pernah juara kelas, tapi soal beginian dia paling suka.
Oke, sobekannya sudah kita kumpulkan semua. Aswan, kamu bawa tas plastik ke lapangan ya. Dan anak-anak yang lain, kita ke lapangan bola dulu.
Eh, jangan-jangan mau ditebar di lapangan bola nih? celetuk Kasih saat rombongan itu berjalan beramai-ramai.
Masak boleh sih? Entar siapa yang mau bersihin?
Memangnya apa hubungannya dengan fitnah ya?
Meski ikut mendengar celetukan anak-anak didiknya, Ibu Hanifah tak berkomentar apapun. Ia tetap meneruskan langkahnya dengan yakin. Begitu tiba di tepi lapangan bola yang berangin, Ibu Hanifah meminta anak-anak berjejer rapi. Aswan dipanggil ke sisi Ibu Hanifah.
Sekarang, ambil sebanyak yang kamu, Wan. Genggamlah, lalu tiuplah sesukamu!
Mata Aswan membulat. Benar nih, Bu? Ibu Hanifah mengangguk.
Tangan Aswan membuka tas plastik dengan cepat, mengambil segenggam besar sobekan kertas sementara teman-temannya yang lain memintanya menyisakan untuk mereka. Dengan penuh semangat ia meniup sekencang mungkin sobekan kertas itu, dibantu oleh angin dengan cepat sobekan kertas itu menyebar ke mana-mana.
Kepala Sekolah dan Guru Olahraga ikut menyaksikan dari kejauhan. Melihat kejadian itu. Pak Hasim si Guru Olahraga berang. Eeeh, apa-apaan mereka itu? Ia hendak beranjak menuju lapangan ketika tangannya ditarik oleh Kepala Sekolah.
Biarkan saja, Pak Hasim. Tadi Bu Hani sudah minta izin sama saya. Dia janji akan membereskannya. Kita lihat saja.
Aswan puas saat memandang hasil sobekan yang menyebar cukup banyak. Ibu Hanifah menatap ke arah anak-anak yang lain dan satu persatu mereka melakukan hal yang sama seperti Aswan walaupun tak sebanyak yang Aswan sebar.
Setelah sobekan kertas habis, anak-anak saling tertawa lepas. Mereka senang melihat hasil permainan mereka yang menyenangkan.
Nah, sekarang! Tugas kalian yang terakhir adalah Ibu Hanifah tersenyum manis. Anak-anak diam mendengarkan. Kumpulkan lagi semua sobekan kertas yang kalian tebar, dimulai dari yang paling pertama menebarnya!
Apa?? Anak-anak berteriak kaget.
Kata Ibu, tadi boleh. Kok sekarang harus mengumpulkan sih? tanya Aswan merengut kesal.
Memangnya tadi Ibu bilang habis menebarkan kertas itu maka tugasnya selesai? Anak-anak menggeleng. Mereka melotot pada Aswan, si tertuduh yang paling banyak menyobek kertas.
Bu, pakai sapu boleh ya bu? rayu Aswan. Ibu Hanifah menggeleng. Wajah kecewa terlihat di wajah murid-murid yang lain.
Meskipun bersungut-sungut anak-anak memungut sobekan kertas itu, beberapa dari mereka mengomel pada Aswan. Beberapa kali Aswan disalahkan teman-temannya karena sobekan kertas Aswanlah yang paling kecil hingga sulit untuk diambil, Maka setiap kali mereka menemukannya, Aswan pun dipanggil untuk memungutnya. Tak heran dia nampak kelelahan sebelum selesai melakukannya.
Sudah cukup! kata Bu Hanifah. Lapangan belum bersih benar, tapi karena melihat anak-anak sudah lelah maka Ibu Hanifah menyudahi tugasnya.
Fitnah itu seperti sobekan kertas-kertas yang kalian tebar itu. Ia begitu ringan dan mudah sekali tertiup, dihembuskan oleh sedikit angin maka dengan cepat ia akan menyebar ke mana-mana. Ibu Hanifah menunduk, mengambil satu sobekan kertas yang berada di dekatnya. Kadang-kadang karena terlalu kecil dan hanya karena nafsu, fitnah tak lagi jelas apa bentuknya. Contohnya sobekan ini, apa kalian tahu ini sobekan ini tadinya apa jika tadi tak melihat bentuknya dari awal? Tidak. Karena yang kalian lihat hanyalah potongan kecil dari sebuah kertas. Entah apa kertas ini sebelumnya ada tulisannya atau masih kosong? Tak ada yang tahu.
Anak-anak terdiam mendengarkan.
Sekarang, saat kalian harus mengumpulkan kembali sebaran kertas itu. Tidak mudah, bukan? Padahal ini tak seberapa dibandingkan fitnah atau gosip bohong yang terlanjur menyebar. Jika mengumpulkan kertas masih bisa dilakukan, memperbaiki fitnah itu benar-benar sangat sulit. Jadi kalian bisa memetik pelajaran hari ini?
Bisa!! teriak anak-anak bersamaan.
Apa itu? Coba Aswan kamu jawab, pelajaran apa yang kamu dapat hari ini? tanya Ibu Hanifah sambil tersenyum menggoda. Sejak tadi wajah muridnya yang paling keras kepala itu sudah cemberut terus.
Mmm Nanya dulu sampai selesai sebelum mengerjakan tugas bu Hani! jawab Aswan seenaknya yang disambut gelak tawa teman-temannya. Ibu Hanifah juga tertawa.
Iya bu, kami paham. Membuat fitnah itu segampang menyobek kertas, lalu gosip atau fitnah itu mudah sekali dihembuskan atau ditiupkan, tapi kalau sudah tersebar maka akan sulit diperbaiki lagi, jawab Farida setelah mereka berhenti tertawa, memperbaiki jawaban Aswan yang asal-asalan.
Ya, bagus. Itu kesimpulan pelajaran yang ingin Ibu berikan buat kalian. Semoga kalian tetap mempertahankan kesimpulan ini benar-benar sampai kapanpun dan paling penting benar-benar mempraktekkannya. Sekarang kalian boleh mengambil sapu dan bersihkanlah sisa sobekan kertas ini sampai bersih. Pelajaran selesai setelah kalian menyelesaikannya, setelah itu kalian boleh istirahat!
Pekik riang anak-anak pecah seketika, termasuk Aswan yang dari tadi masih terlihat kesal. Sementara dari kejauhan, tatapan kagum terpancar dari sepasang mata milik Kepala Sekolah dan Pak Hasim yang menyaksikannya dari kejauhan sedari tadi. Ibu Hanifah memang unik, seringkali memberi pelajaran dengan cara yang aneh tapi apa yang diajarkannya benar-benar mengena dalam hati.
*****


Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Anakku Tidak Bodoh, Tetapi Unik"

07.55 | , ,


Assalamualaikum!
Aku menoleh ke pintu, Putriku berdiri di depan pintu, sedang membuka sepatu. Waalaikum salam, jawabku sambil melirik ke arah jam dinding.
Kenapa sudah pulang, Mbak? Gurunya rapat? tanyaku heran.
Bibir Nora mengerucut dan menggeleng. Enggak, Ma. Nora disuruh pulang. Nganterin ini. Sebuah surat dikeluarkan Nora dari dalam tasnya dan memberikannya padaku.
Walaupun belum membuka surat itu, Aku sudah tahu, Nora pasti berbuat sesuatu yang kurang berkenan lagi di sekolah. Tapi gadisku yang sudah duduk di kelas 3 SMU itu cuek saja. Setelah memberikan surat, ia langsung ngeloyor masuk kamar. Tak lama berselang, suara musik berdentam-dentam terdengar membahana dari kamar Nora.
Mbak Noraaaa, suaranya dikecilin dikit! teriakku sambil duduk dan membaca surat.
Tak ada jawaban, Hanya kini volume suara musik sudah jauh lebih bersahabat dengan telingaku. Aku menghela nafas panjang. Bersiap menerima satu lagi masalah baru dari Nora.
***
Sejak SMP, Nora memang selalu bermasalah di sekolah. Bukan karena ia bodoh, tapi karena sifat super cueknya. Nora kurang cocok dengan peraturan-peraturan yang bersifat mengikat di sekolah, dan itu sering sekali menjadi masalah untuknya. Nora datang ke sekolah hanya kalau dia mau sekolah. Dia mau belajar hanya kalau dia suka pelajarannya. Sudah empat kali Nora pindah ke sekolah sejak SMP, dan dia baru pindah lagi setelah kenaikan ke kelas 3 ini. Sebabnya sama, tingkah laku Nora sudah tak bisa lagi diterima oleh para gurunya.
Di sekolah yang baru, aku berusaha menjelaskan keunikan Nora pada Kepala Sekolah. Kuminta mereka selalu mengabariku kalau Nora berbuat sesuatu yang aneh. Paling tidak, Nora selalu mendengarkan aku. Aku tak mau Nora harus pindah sekolah lagi, mengingat sebentar lagi dia akan ujian akhir dan mempersiapkan diri untuk kuliah. Sedikitpun aku tak berani bertanya dia ingin kuliah apa karena untuk sampai ujian akhir saja aku harus terus menerus memonitornya.
Hanya dalam beberapa minggu Nora kembali membuat masalah di sekolahnya yang baru. Menurut wali kelas, ia suka sekali mengobrol di kelas. Membuat dia dipaksa duduk sendirian di pojok depan agar tak bisa mengobrol lagi. Tapi malah membuat anakku itu melamun sendiri, menggambar atau malah tertidur pulas sepanjang pelajaran. Beberapa kali gurunya marah sampai melaporkannya pada Kepala Sekolah, yang lalu memanggilku untuk mencari solusi. Tetap saja tak ada perubahan. Akhirnya wali kelasnya lebih suka membiarkan. Waktu aku menanyakannya, Nora bilang dia merasa bosan dan mengantuk.
Itu belum seberapa. Tak lama berselang sebuah surat kembali dilayangkan. Kali ini karena Nora menulis seluruh catatan pelajarannya dengan pulpen berwarna-warni. Merah, kuning, hijau, biru bahkan pink menghiasi seluruh buku-buku tulisnya. Yang makin membuat guru-gurunya geram adalah berbagai gambar berpola hati atau bunga di atas setiap lembaran dengan kata-kata diukir secantik mungkin seperti sebuah buku puisi. Padahal itu adalah buku tulis berisi pelajaran-pelajaran penting.
Ketika aku bertanya, kenapa ia melakukannya. Ia malah berkata sambil tertawa. Tapi bagus kan, Ma? Dan jawaban itu membuatku hanya bisa menghela nafas, menahan marah. Saat kuadukan pada Ayahnya, si Ayah malah bertanya kenapa tak ada warna jingga di buku itu. Anak dan Ayah itu malah tertawa-tawa melihat aku mengomel sendiri.
Yang paling membuatku tak bisa lagi berkata apa-apa ketika Wali Kelasnya menyampaikan tentang masalah Nora di kelas. Hanya dalam hitungan bulan, Nora sudah diusir keluar dari kelas oleh empat guru bidang studi. Mereka tak memperbolehkan Nora mengikuti pelajaran selama mereka mengajar sampai waktu yang tidak terbatas. Dan Nora tak memberitahuku soal itu. Ketika aku datang ke sekolah, putriku malah asyik tertawa-tawa di kantin sambil makan gorengan padahal teman-temannya sedang belajar. Saat malam itu aku membahas masalah itu bersamanya, dia memintaku tidak usah kuatir karena dia masih bisa mengikuti ulangan dan ujian. Lemas aku mendengarnya. Lalu untuk apa dia ke sekolah kalau hanya untuk ikut ujian atau ulangan?
Tapi semua itu berbeda ketika ia sedang kursus. Prestasi Nora demikian cemerlang di tempat kursus. Ia lulus ujian Toefl dengan nilai tertinggi, mengikuti berbagai program lomba antar tempat kursus hingga memenangkannya. Bukan hanya dalam Bahasa Inggris, Ia juga jago dalam dunia komputer. Dia bahkan pernah memamerkan padaku sebuah kartun animasi buatannya yang memenangkan sebuah lomba design program. Kursus-kursus ini juga ide Nora sendiri. Nora juga meminta tambahan kursus gitar padaku. Aku menyanggupi saja karena aku senang Nora masih bisa menunjukkan minat pada sesuatu, walaupun aku berharap dia lebih memperhatikan pelajarannya di sekolah.
Dan ketika raport tengah semester diterima, sesuai perkiraanku. Nilai-nilai Nora hampir seluruhnya berada di bawah standar kecuali pelajaran Seni dan Musik. Pelajaran tambahan pilihan Nora. Aku menangis sedih membayangkan hasil yang akan diperoleh Nora saat ujian akhir nanti. Impian memiliki seorang putri dengan pekerjaan yang baik pupus perlahan-lahan. Tapi suamiku justru sebaliknya. Dia malah memintaku untuk ikut bersamanya memeriksa Nora pada seorang psikiater. Tujuannya agar aku dan suami sedikit memahami apa yang ada dalam pikiran Nora.
Dengan rasa penasaran, kami membawa Nora ke psikiater dan hasil pemeriksaan membuka mata dan hatiku lebar-lebar. Nora sama sekali tidak bodoh. Gadisku ini hanya tidak suka menghabiskan waktu dengan sesuatu yang membosankan seperti duduk manis dan belajar. Apalagi semua pelajaran itu sudah dipahaminya hanya dengan sekali dengar. Nora lebih suka meliarkan pikirannya untuk membuat sesuatu yang lebih menarik. Itu yang menyebabkannya suka sekali menggambar, mengobrol bahkan menulis cerita ketika sedang belajar di kelas. Ia menikmati pengusirannya dari kelas dengan melakukan berbagai hal yang dianggapnya lebih menarik.
Hasil pemeriksaan IQ makin membuat aku dan Ayah Nora tercengang. Putri kami tergolong jenius karena berada di atas level rata-rata. Inilah penyebab mendasar kenapa Nora berpikir bahwa pelajarannya sangat membosankan.
Kami mulai menelaah satu persatu kejadian-kejadian yang terjadi pada Nora. Dan mulai belajar untuk memahami putri kami lebih baik. Aku kini mengerti mengapa Nora lebih suka melarikan pikiran dan tenaganya yang berlebih untuk melakukan sesuatu yang menarik daripada membaca buku yang sudah dipahaminya luar kepala. Daya imajinasi Nora memang tinggi dan terkadang mengagumkan. Ini terlihat ketika ia mendesign program komputer yang dinamis. Mungkin itu pula yang menyebabkannya sangat suka tempat kursus dibandingkan sekolah, karena di tempat itu ia memperoleh banyak hal-hal baru setiap hari.
Tulisan Nora dalam berbagai warna itu karena ia ingin tetap bersemangat untuk membaca pelajaran. Dengan memberi aneka warna, maka pelajaran membosankan itu bisa lebih menarik untuk dibaca. Nora sering diusir keluar oleh guru-gurunya karena ia sering mengatai guru-gurunya bodoh kalau sang guru tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Nora yang kritikal. Nora tetap percaya diri bisa menyelesaikan ujian tanpa perlu belajar di dalam kelas karena merasa dia mampu. Sayangnya, walaupun Nora menguasai pelajaran, nilai-nilainya tetap dipengaruhi atas dasar senang tidak para guru pada dirinya.
Mengetahui hal itu, aku tak lagi berpikir bagaimana cara membuat Nora menuruti kemauan guru-gurunya. Tapi berpikir bagaimana cara agar guru-guru dan sekolahnya bisa menerima keadaan Nora. Noraku adalah anak yang unik, bukan bodoh.
***
Jadi itu masalahnya? ulangku sekali lagi sambil tersenyum pada Pak Guru yang menjadi wali kelas Nora.
Nora kembali menentang salah satu gurunya. Ia berdebat tentang salah satu formula membuat kalimat dengan guru Bahasa Inggris, yang berujung dengan kemarahan dan pengusiran. Hanya saja kali ini guru itu tidak akan mengajar lagi di kelas Nora, sampai Nora meminta maaf. Saat diminta melakukannya, Nora malah mengatai gurunya sebagai guru yang bodoh, tapi sombong.
Pertama saya mohon maaf karena Bapak telah dikatai seperti itu oleh putri saya. Tapi sungguh, mungkin ini hanya cara Nora yang salah saat mengungkapkan isi hati. Menurut saya sebaiknya Bapak melihat kembali apakah yang dikatakan ini Nora ini salah atau benar? pintaku perlahan-lahan.
Tentu saja salah. Saya ini guru, bertahun-tahun saya kuliah dan menamatkan S1 saya di bidang ini. Bagaimana mungkin bisa salah? Pak Guru itu mulai terpancing emosi.
Pernah mendengar kuis Are you smarter than 5 grader, Pak? Dari kuis itu telah terbukti bahwa ada banyak sekali orang dewasa yang tidak bisa menyaingi kemampuan anak-anak kelas lima SD. Kenapa? tanyaku tetap dengan nada pelan, sambil tersenyum menenangkan. Karena banyak orang dewasa yang melupakan pelajaran-pelajaran dasar. Dan mungkin itulah yang sedang terjadi pada Bapak. Mungkin bukan kesalahan yang besar, hanya sedikit misunderstanding. Tapi akan lebih baik kalau kita mencari dulu siapa yang melakukan kesalahan itu. Kalau memang benar Nora yang salah, nanti dengan cara begini mungkin Nora bisa lebih mendengarkan dan menghormati Bapak. Bagaimana?
Selintas keraguan terlihat di mata guru Nora. Tapi kemudian ia menatap pada Kepala Sekolah yang hanya diam memperhatikan sebelum mengangguk pelan. Kepala Sekolah menekan interphone dan memanggil seorang guru lain.
Seorang ibu guru datang, lebih senior dan hampir seumur dengan Nenek Nora. Setelah mendengar penjelasan Nora dan Pak Guru, guru itu pun mengerti. Lalu dengan bijaksana ia menjelaskan letak kesalahan yang sesungguhnya. Nora memang benar, hanya saja penyampaian Nora yang cepat dan terburu-buru membuat Pak Guru salah paham. Mendengar itu aku hanya tersenyum maklum, kutendang kaki Nora mengingatkan ketika seringai muncul di wajah putriku itu untuk tidak membuat gurunya merasa malu.
Sebelum pulang, aku berbicara empat mata dengan Kepala Sekolah dan menceritakan semua informasi terbaru tentang putriku. Tentang penyebab sikap cuek Nora, tentang daya imajinatifnya yang tinggi, tentang hasil tes Iqnya dan juga tentang penilaian para guru yang kurang objektif pada putriku. Kuminta dengan segala hormat agar Kepala Sekolah dan para Guru juga mengubah cara pandang mereka terhadap kekurangan Nora agar dia bisa mengembangkan dirinya sebaik-baiknya. Nora adalah mutiara terpendam, bintang yang tak terlihat dan seharusnya Kepala Sekolah membantuku untuk mengeluarkan potensi putriku sesungguhnya, bukan membantu para guru menyembunyikannya.
***
Mama, ini ada surat.
Aku menghela nafas. Kali ini apa lagi, Mbak sayang?
Sebuah senyum terlihat di bibir Nora. Itu bukan surat panggilan, Ma. Tapi surat undangan.
Undangan? ulangku bingung.
Nora mengangguk. Matanya berkaca-kaca. Aku berhasil lulus dengan nilai murni terbaik kedua seluruh Indonesia, Ma. Tiga hari lagi akan ada acara resmi untuk itu. Ayah dan Mama diundang sebagai tamu kehormatan untuk mendampingiku menerima penghargaan khusus dari Departemen Pendidikan Kejuruan.
Mulutku terbuka, aku bangkit dan memeluk putriku erat-erat. Kuucap syukur berulang kali, berterima kasih pada Allah.
Ma, Mama tahu nilai apa yang terbaik dalam seluruh ujian akhirku?
Apa, Sayang?
Bahasa Inggris, Ma. Aku dapat 98 dari keseluruhan soal dan hanya salah dua. Aku juga dapat tawaran kerja menjadi sekretaris dan satu lagi adalah tawaran kuliah gratis selama tiga tahun di sebuah akademi bahasa di Yogya, jawab putriku dengan mata berbinar-binar. Mata itu begitu indah bagai bintang.
Nora, bintang di langit yang cahayanya sering tertutup awan gelap. Tapi di manapun cahaya Nora takkan pernah berhenti bersinar, dengan caranya sendiri cahaya itu pasti akan terlihat. Tergantung bagaimana orang lain memandangnya, tergantung dari mana orang lain melihatnya. Nora tetaplah Nora yang akan selalu jadi putriku. Orang lain mungkin sulit memahaminya, tapi aku akan selalu bersama Nora, memahaminya dan selamanya buatku Nora adalah seorang bintang.
*****
*Berdasarkan pengalaman pribadi seseorang. Bintang tertimbun yang bersinar justru ketika sekolahnya akan berakhir.
 Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Mau Di Bawa Kemana"

07.52 | ,


Aku ingin kepastian. Sebenarnya hubungan seperti apa yang sedang kita jalani, Ram?
Rama mengusap rambutnya. Pertanyaan Ella tadi saat makan siang benar-benar tak bisa pergi dari pikirannya. Ia tak bisa menjawabnya. Ella pun meninggalkannya begitu saja, tanpa bicara lagi. Terlalu gadis itu. Bagaimana mungkin dia bisa begitu mudah menanyakannya lalu pergi begitu saja tanpa membiarkannya menjawab dulu?
Kenangan tentang almarhum istrinya datang lagi. Rama dan Alia saling mengisi sejak mereka kuliah, namun pernikahan mereka tidaklah nyata meski mereka saling mencintai. Mereka tak harus melakukan banyak kompromi selama pernikahan karena Alia dan dirinya tinggal terpisah. Alia meninggal karena kecelakaan pesawat saat akan kembali padanya setelah menyelesaikan tugas belajar. Kehilangan Alia yang menyakitkan telah menjungkirbalikkan semuanya, impian mereka. Rama tak lagi yakin mampu bertahan jika sakit yang sama terjadi lagi. Dan itu menakutkannya. Mencintai berarti kehilangan. Menyakitkan saat ditinggalkan.
Tapi, Ella membuat segalanya berbeda. Astaga, terlalu banyak yang telah dilewatinya bersama Ella. Bekerja bersamanya, berkompromi saat terjadi perbedaan pendapat dan saling memberi serta menerima melebihi daripada yang pernah dialaminya dulu bersama Alia. Ia dan Ella telah berpacaran lebih lama dari masa pernikahannya yang singkat bersama Alia.
Rama mungkin terlalu takut untuk berkomitmen lagi. Tapi ada yang lebih membuatnya takut. Rama tak berhasil menjaga hatinya, hatinya telah dipenuhi oleh Ella. Jika ia merasakan sakit itu lagi, itu bukan salah Ella tapi dirinya sendirinya yang terlanjur mencintai Ella.
Jaring pengaman yang menyelubungi hati Rama telah lama musnah. Kehadiran Ella telah mengoyaknya, dan selama mereka bersama, Ella telah berhasil menghancurkannya. Ia baru menyadarinya sekarang. Ia membutuhkan Ella dan ia akan melakukan kesalahan kalau membiarkan gadis itu pergi.
***
Entah berapa Ella merutuki kebodohannya. Kenapa ia harus bertanya pada Rama sekarang? Emosi Ella membuncah tak tertahan, airmata jatuh satu-satu menetes di pipinya. Hatinya patah.
Seharusnya ia tahu, cinta Alia masih terlalu kuat mengikat hati Rama. Seharusnya ia tahu bahwa cinta mereka selama ini hanyalah cinta biasa. Tak ada yang seistimewa kenangan Alia dan itu tidak termasuk dirinya. Seharusnya Ella tahu itu.
Namun paling tidak Ella mendapatkan keinginannya. Tujuan hidup menjadi jelas setelah sekian lama berada dalam ketidakpastian. Sekarang walaupun dengan hati berkeping-keping, ia bisa melangkah dengan bahu tegak. Menghadapi dunia lagi, sendirian dan mencari cinta lagi. Mungkin lebih baik begini, memutuskan hubungan mereka yang tanpa ujung.
Kau belum mendengar jawabanku, Ella menoleh, menatap Rama yang berdiri di ambang pintu kantornya.
Ella mengalihkan pandang pada tumpukan map di depannya. Kurasa aku sudah tahu jawabannya.
Oh ya? Menurutmu apa? tanya Rama sambil mendekati Ella.
Aku sibuk, Ram. Sudah saatnya aku kerja. Sekarang bukan saat yang tepat, kilah Ella.
Kau lupa kalau aku direkturnya? ucap Rama sambil duduk di kursi depan meja kerja Ella. Tak mudah memahami hati sendiri, apalagi setelah bertahun-tahun hati itu telah tersegel oleh rasa ragu dan kehilangan. Aku mengira cukup dengan segala yang telah terjadi dan semuanya akan baik-baik saja. Tak ada lagi rasa sakit itu. Aku membelenggu diriku sendiri dengan cinta masa laluku bersama Alia.
Tenggorokan Ella tercekat. Rama kembali berkata, aku tahu, kita belum lama saling mengenal, tapi aku mencintaimu. Aku mencoba menyangkal beberapa kali. Aku memilih menjalani hubungan ini denganmu, agar suatu saat kalau kau pergi dariku maka aku takkan merasa kehilangan seperti saat kehilangan Alia. Pacaran yang save tanpa komitmen, tanpa janji. Buatku itu adil.
Rama menatap mata Ella yang berkaca-kaca. Lalu kusadari jika aku tidak menunjukkan komitmen yang jelas padamu, jika aku membiarkanmu memutuskan semuanya begitu saja maka aku akan merasakan kehilangan lagi dan aku baru sadar kali ini membayangkannya saja sudah terasa lebih menyakitkan. Aku minta maaf, Ella. Aku mencintaimu dan aku ingin melanjutkan hubungan kita. Lalu dengan suara pelan dan tegas, Rama menyambung ucapannya. Maukah kau menikahiku, Ella?
***
Rama tak bisa melepaskan pandangan dari wajah pengantinnya yang sedang tertawa di antara tamu-tamunya. Wajah Ella yang merona bahagia.
Rama tak pernah melihat pengantin yang lebih memesona sepanjang hidupnya. Bukan hanya gaun berenda, kerudung dan mahkota bunga yang luar biasa indah yang dikenakannya. Tapi juga apa yang memancarkan dari diri Ella, senyumnya, cahaya matanya, rona di pipinya. Hidup tak pernah terasa seindah ini.
Inilah cinta, inilah komitmen seumur hidup yang telah dipilihnya. Mencintai dan dicintai, dengan janji terukir dalam hati. Komitmen harus ada, agar cinta tetap tumbuh, tetap berkembang dengan baik dan memberi kebahagiaan bukan hanya untuk sekejap, dalam waktu terbatas tapi juga untuk di masa yang akan datang. Bagai memulai sebuah perjalanan, selalu ada tempat untuk dituju. Seperti semua keinginan di muka bumi ini, selalu ada tujuan terakhir. Dan cinta yang dibawa oleh Ella, telah menemukan persinggahan terakhirnya, di hati Rama.
*****

 Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Setiap Hari Ada Dia"

07.50 | , ,

google



Setiap hari ada dia
Aku mendongak menatap gadis yang tersenyum manis di hadapanku. Dengan senyum polos, mata yang berbinar itu mengedip padaku sekali lagi, lalu ia tertawa. Memamerkan bahagia yang jelas tergambar di wajah mungilnya. Namun, tanpa menunggu responku, ia kembali berlari meninggalkanku. Bergabung bersama teman-teman barunya.
Ia tahu aku mengawasinya. Sesekali ia masih menoleh, melemparkan senyum setelah itu kembali sibuk bercanda tawa dengan orang-orang yang mengelilinginya. Dia bintang diantara gadis-gadis itu. Dulu begitu, sekarang pun masih. Senyum, canda, kata-katanya selalu membuat orang lain ikut merasa bahagia. Sama seperti mereka, aku pun pernah merasakan cahayanya.
Aku akan menjadi istri yang paaaaaaling bahagia sedunia! katanya ketika itu.
Aku hanya meringis dan balas menjawab, Dan aku akan menjadi suami paaaaaling menderita di dunia!
Aaah, Kak Zoe! Kok gitu sih? Bibir gadis mungil itu merengut kesal. Tapi aku tak peduli. Seperti hari ini, esok, lusa bahkan sampai kapanpun, aku takkan pernah ingin menjadikan dirinya sebagai bagian penting dari hidupku. Buatku, ia hanyalah gadis tetangga yang masih kecil dan naif.
Kimberley jatuh cinta padaku sejak pandangan pertama. Itu ungkapan hati yang dia suarakan hanya beberapa hari setelah resmi menjadi tetanggaku. Gadis peranakan keturunan Prancis-Jawa itu masih berusia 12 tahun ketika mengatakannya di hadapan kedua orangtua kami saat acara makan malam di rumahnya. Aku masih SMA kelas dua saat itu dan hanya bisa melongok lalu menahan malu luar biasa karena digoda habis-habisan oleh Mama dan Papa. Kakakku Ray yang tadinya sama sekali tak bersemangat hadir, benar-benar menjadikan makan malam itu bencana yang lengkap untukku. Ia bahkan setuju menjadi mak comblang untuk cinta sepihak Kimberley.
Waktu berlalu, tapi cinta Kim seakan tak pernah berubah. Aku mulai lelah menghadapinya. Beberapa kali kukatakan bahwa aku tak pernah mencintainya.
Aku tak tahu cinta itu apa, Kak Zoe. Aku hanya tahu. Aku selalu ingin bersama Kakak. Aku ingin lihat wajah Kakak, aku ingin selalu bersama Kakak. Daddy bilang thats love, Kim! Jadi aku pikir, aku pasti jatuh cinta. Aku akan pastikan nanti kalau aku sudah dewasa. Tapi sementara menunggu itu, aku hanya ingin Kak Zoe tahu, katanya saat aku bertanya arti cinta dalam pandangannya.
Dan ketika hatiku sempat terpaut pada teman sekelasku yang manis, tanpa malu-malu Kim mendatangi gadis itu dan memberitahu segalanya. Tanpa sempat kuungkap isi hatiku sendiri, Kim sukses membuatku malu sekali lagi. Aku marah besar.
Buatku, kamu hanya anak kecil! Tidak lebih tidak kurang! Aku suka sama siapa itu urusanku, not your business, Kim! Go to hell and keep your step out from my life! bentakku di depan Ray. Ray berusaha menyabarkanku, tapi aku benar-benar marah pada gadis kecil itu.
Cinta Kim memaksa aku mengambil keputusan paling ekstrim sepanjang hidupku. Aku yang tak pernah peduli dengan pelajaran di sekolah, hampir tak pernah berprestasi apapun dan hanya punya satu tujuan hidup untuk menjadi pembalap, berubah dalam semalam. Demi bisa keluar dari rumah dan tinggal di negara lain untuk menghindarinya, aku berjuang keras memperbaiki nilai-nilaiku di tahun terakhir SMA. Papa mengizinkan aku pindah asalkan aku kuliah di universitas pilihannya. Kekerasan hati membawaku pada keberhasilan. Tangis Kim berhari-hari tak mampu meredam keinginan untuk pergi meninggalkannya.
Tadinya kukira dengan jarak dua benua, maka segalanya pun berakhir. Aku meninggalkan pesan agar Ray, Mama atau Papa tidak menggangguku dengan segala urusan Kim. Kukatakan aku ingin menyelesaikan studi secepat mungkin demi penghematan biaya. Aku ingin secepatnya menyelesaikan program engineering yang terpaksa kuambil sebagai bagian dari perjanjian dengan Papa lalu bekerja sejauh mungkin dari Jakarta, kalau perlu tetap tinggal di Australia sampai Kim menikahi orang lain. Itu rencanaku.
Kau kan hanya bilang kami tak boleh membicarakan dia, tapi tak pernah melarang kami untuk memberikan alamat emailmu padanya. Tenang saja, Zoe. Daddynya sudah menahan paspor Kim begitu dia tahu kamu di mana, jadi dia takkan ke sana. Gampang, delete saja surat-suratnya kalau ada, ujar Ray berkelit ketika aku tahu dia memberi alamat surelku pada Kim.
Surat-surat elekronik Kim mulai berdatangan. Dan rasa sunyi di kota yang asing akhirnya berhasil memancingku untuk mulai membaca email Kim.
How are you, Kak Zoe? Miss you so much here. Aku masih selalu ingat Kakak, semua masih tentang Kakak. SMA memang menarik, ada banyak teman baru di sini tapi aku masih tak bisa menghilangkan kakak dari pikiran.
Apa kuliah begitu mengasyikkan sampai liburan semester pun kau tak pernah pulang? Kakak, aku rindu sama Kak Zoe. Mama, Papa dan Kak Ray juga. Pulang ya? Bisakah?
Hampir tiap hari Kim mengirimiku email bahkan foto-fotonya secara rutin. Ia menceritakan semua hal yang mengisi hari-harinya tanpa diriku. Tentang sekolah barunya, teman-temannya, keluarganya lalu berpindah pada keluargaku, sekeliling rumahnya dan rumahku yang dianggapnya seperti rumah kedua, Ia bahkan menyelipkan cerita tentang si kucing kecil yang ia temukan saat pulang sekolah. Kucing yang kemudian ia resmikan menjadi miliknya dengan nama Zokim. Nama gabungan antara aku dan dia. Ia mengirimkan foto Zokim dengan tulisan di bagian belakang Zokim -Gods first giftfor Zoe & Kim
Setiap malam, saat aku sendirian di apartemenku, saat itulah waktuku bersama email-email Kim. Waktu seakan berhenti ketika membaca kisah-kisahnya di dalam email terbaru yang ia kirimkan. Aku bagai sebuah diary yang tak bisa bicara, namun mengetahui semua isi hatinya. Hari, bulan dan tahun berlalu. Di antara kesibukanku sebagai mahasiswa, aku selalu menyempatkan diri membaca email Kim. Aku ikut tersenyum, tertawa, murung, bahkan kecewa saat membaca curahan hati Kim. Email Kim seperti sahabat yang menghiburku saat ia mengirimkan cerita-cerita lucu, seperti kekasih yang memelukku dalam rindu, seperti teman yang berbagi beban kesulitan. Nun jauh di sana.
Sampai suatu hari
Email-email itu tiba-tiba berhenti mendadak. Saat itu aku sibuk mempersiapkan ujian, setelah selesai aku masih harus menyiapkan akomodasi orangtua dan kakakku yang akan datang, hingga tak memperhatikan lagi inbox message yang masuk. Semua berlangsung sesuai rencana, aku juga berhasil memperoleh sebuah pekerjaan di sebuah daerah pertambangan di Nusa Tenggara Barat, jauh dari Jakarta. Papa dan Mama pun sudah mengizinkan kecuali Ray.
Pulanglah dulu, Zoe. Kim sakit, katanya dengan wajah murung.
Sesuatu di hatiku terasa teriris. Sambil menahan nafas aku bertanya, sakit apa?
Ray menatapku lama sekali. Sebelum menunduk menyembunyikan wajah. Pulang saja, Kim takkan bisa mengganggumu lagi. Setidaknya tengoklah dia sebagai seorang teman yang baik, bisik Ray, pelan sekali.
Seribu tanya beredar dalam pikiranku, bayangan terburuk muncul dan aku berusaha menghilangkan ketakutanku. Entah mengapa, kebencianku pada gadis itu lenyap tak bersisa. Tak tahu kapan ketidaksukaanku padanya berubah menjadi kekuatiran. Aku pulang bersama Mama, Papa dan Kak Ray seusai acara inagurasi selesai.
Gadis itu sudah berubah, tak seperti foto-fotonya yang selalu menampilkan tawa atau senyum lebar, aku melihatnya duduk seorang diri di kursi ayunan yang dulu pernah dibuatkan oleh Ray dan aku. Ia berayun-ayun sambil mengelus-elus seekor kucing. Tampak tenang dan sangat berbeda dari bayanganku selama ini. Gadis yang ceria, cerewet, dan tak bisa diam.
Ia mengangkat kepala, menatapku. Namun kembali menunduk dan terus mengusap kepala kucingnya yang kutebak pasti Zokim. Sesaat tangannya berhenti bergerak, lalu kembali menatapku. Aku masih diam tak bergerak di pintu masuk, bersiap diri kalau ia menghambur dalam pelukanku seperti dulu setiap kali aku masuk ke halaman rumahnya. Kali ini aku berjanji takkan bergeser sedikitpun darinya. Aku terpaksa mengaku, hampir lima tahun tak bertemu ternyata membuatku bisa merasa rindu luar biasa padanya. Meski aku tahu Ray ternyata berbohong, gadis itu kelihatan sehat dan bugar. Tak kurang suatu apapun.
Aku tak lagi peduli kalau mataku memancarkan rindu, aku tak peduli lagi berapa lama kali ini Kim akan membelengguku dengan pelukannya yang erat, aku juga tak peduli lagi kalau akhirnya tak bisa menahan mulutku untuk berkata aku rindu. Aku hanya berharap, ia segera mendatangiku, menjerit senang atau melompat gembira seperti dulu.
Gadis itu diam lama sekali. Aku mulai tak sabar. Dan akhirnya ia berdiri, berjalan mendekatiku setelah membebaskan si kucing ke tanah. Tatapannya berbeda, terlalu berbeda dari saat aku meninggalkannya dulu. Tak ada tatapan penuh cinta, penuh harap dan memohon seperti dulu. Tatapan Kim kini kosong, seperti mata boneka. Berkilauan, tapi tak ada ekspresi di dalamnya.
Kakak Kakak ini gumamnya setengah berbisik. Kening Kim berkerut-kerut, lalu tiba-tiba ia menjerit keras sekali sambil memegang kepalanya. Kesakitan.
Suara jeritan Kim membuatku kaget dan ternyata juga seperti alarm yang memanggil semua penghuni rumah. Tak hanya rumahnya, tapi juga rumahku. Daddy dan Mommy Kim berlarian keluar dari dalam rumah, sementara Ray, Papa dan Mama menghambur masuk dari pintu pagar. Semuanya berlari mendekati Kim. Mereka berebutan menolong, memeluk, memapah, membisikkan kata-kata menenangkan sambil membawanya masuk ke dalam rumah, meninggalkan aku yang terpana kebingungan. Sesuatu yang salah sedang terjadi pada Kim. Gadis itu bukan Kimberley yang kukenal.
***
Sulit bagiku menerima kenyataan. Kimberley-ku sudah tiada. Kecelakaan yang dialaminya membuat gadis itu melupakan banyak hal, kehilangan seluruh kemampuan yang selama ini dimilikinya. Kim kembali menjadi seorang anak-anak, tak bisa membaca, tak mengenal siapa-siapa, tak tahu apapun bahkan membedakan kiri dan kanan, atas atau bawahpun dia tak bisa. Otaknya yang cerdas kini lenyap tak bersisa. Ia berubah menjadi sosok dengan kemampuan berpikir bagai anak balita yang terbungkus tubuh dewasa. Kecuali satu, dia masih selalu senang berada di sisiku.
Email-email Kim dulu masih ada. Seringkali jika rasa tak percaya timbul, kubuka kembali dan kukenang satu persatu setiap ceritanya dengan bertanya. Namun, Kim hanya menatapku dengan tatapan bingung. Mengiraku sedang berbicara sendiri.
Selembar kertas kutemukan tanpa sengaja ketika membereskan kamar Kim. Isinya berhasil meyakinkan diriku sendiri. Apa yang harus kulakukan? Apa yang kuinginkan sekarang?
Satu keputusan besar sekali lagi kuambil. Aku ingin menikahi Kim. Bukan rasa bersalah seperti dugaan seluruh keluarga kami berdua, tapi karena aku menyadari satu hal pada akhirnya. Aku jatuh cinta pada Kim. Sama seperti Kim, yang dulu pernah berkata tak pernah tahu apa itu cinta atau bukan, aku juga perlu waktu untuk menyadarinya. Hanya sayang, aku sadar setelah semuanya terjadi.
Dulu sekali, tanpa kusadari seorang gadis datang padaku. Mengambil bagian dari hatiku, mengukir namanya walaupun sangat kecil di salah satu sudut. Ia mencintaiku, sangat mencintaku sampai aku takut padanya. Entah apa sebabnya. Namun waktu membuatku mengerti. Karena saat bertemu dengannya, aku seperti melihat diriku. Menangis dan tertawa untuk seseorang. Menyakiti dan tersakiti dalam satu waktu. Aku berusaha mengusirnya karena aku takut rasa itu akan menguasai seluruh hidupku. Dan ketika semakin terjebak dalam pusaran kasih sayang itu, aku bahkan tak sanggup membayangkan hidup tanpa dirinya.
Kimberley-ku dulu memang tiada, tapi senyum dan tawa itu masih sama. Entah ia paham atau tidak, ia masih selalu menikmati setiap kebersamaan kami. Dan aku merasa cukup hanya melihat senyum serta tawa yang dulu selalu ia berian padaku. Kim menemaniku dalam kesendirianku, ketika aku bahkan tak pernah ada untukku saat ia sendiri menangis dalam rindu. Kini, aku ingin menemani Kim sepanjang hidupku, meski Kim tak mengenal diriku.
Kakak, jangan tinggalkan aku! satu-satunya kalimat yang setiap malam ia ucapkan sebelum tidur. Kalimat pertama yang ia ucapkan setelah kami menikah selama enam bulan, padahal aku selalu mengajarinya untuk mengucapkan I Love You seperti dulu. Mungkin dibandingkan meraih cintaku, Kim lebih takut aku pergi jauh darinya. Sekarang perasaan itu selalu berada di dalam hatiku. Takut Kim tertidur tanpa pernah bangun lagi, kuatir ia semakin lupa padaku dan mengusirku suatu hari nanti.
Setiap detik bersama Kim, mencintai, mengasihi sampai ia mengingatku lagi. Harapan mungkin tinggal harapan, karena sudah banyak dokter yang kami datangi semuanya angkat tangan. Tapi aku tak pernah menyerah, setidaknya aku hanya mengharap mata Kim tetap menatapku dengan cinta seperti sekarang, sama seperti dulu ketika ia masih memujaku bagai tokoh idola.
Seperti hari ini, seusai terapi yang harus ia lakukan. Menatapnya dari kejauhan, membiarkannya sementara bergembira bersama orang-orang yang sama seperti dirinya. Tak mengingat apapun, selain hanya harus tertawa menikmati dunia hari ini. Aku tak pernah memikirkan pandangan kasihan dari orang-orang, ataupun kata-kata sindiran menyakitkan saat mereka melihat Kim. Karena aku tahu, Kim tak pernah peduli. Dulu ia tak pernah peduli meski semua orang mengejek cintanya padaku, aku juga tak mau membiarkan ejekan orang menghentikan kesempatanku mencintai Kim. Kim, nama yang kuukir sangat kecil di sudut hatiku, ternyata tertulis dalam dan indah. Nama yang selamanya akan tetap terpatri sampai maut memisahkan kami berdua.
Jauh dalam hatiku, terkenang barisan kalimat dalam lembaran kertas yang kutemukan hari itu.
Setiap hari ada dia
Di ingatanku, di hatiku, di setiap denyut jantungku
Aku cinta dia selamanya, meski ia melupakanku, meski ia menjauhiku
Aku akan berlari mendekat, aku akan terus menggapainya
Cinta bukan untuk menjauh, cinta untuk direngkuh.
I Love You, Kak Zoe
I love you too, Kimberley, bisikku, saat ia mendekat setelah aku melambai padanya. Ia tersenyum, lagi. Aku meraih tangan Kim, menarik tubuhnya dalam rangkulan, memastikan ia aman bersamaku. Kemudian, kami berjalan keluar meninggalkan rumah sakit. Hari ini, esok dan nanti, ia bersamaku dalam rengkuhan cinta.
*****


Taurus In Motivation
Read More

cerpen "Memaafkan"

07.46 | , ,


I Miss you, Daddy!

Tulisan itu lagi yang tertulis di buku diari putriku. Ah, tak enak rasanya melihat kata-kata itu begitu sering muncul di diarinya belakangan ini.

Dia memang tak tahu kalau aku sering memeriksa diarynya. Mencari tahu isi hatinya yang sering tersembunyi di balik kebisuan dan ketertutupan yang sama persis seperti si Papa. Apalagi sejak perceraian memisahkan aku dan Papanya, Kirana menjadi semakin introvert.

Perceraian. Mungkin itulah kesalahan kami pada Kirana. Tak seharusnya kemarahan membuat kami mengorbankan putri kami satu-satunya. Kami menganggap Kirana tak cukup penting untuk ikut mengambil keputusan penuh emosional saat itu. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Kami bercerai saat Kirana baru masuk SMP, setelah berbulan-bulan pisah rumah, bertengkar setiap kali bertemu dan setelah perceraian itu kami tak lagi saling tak tegur sapa apalagi bersua hampir dua tahun lamanya.

Lalu tiba-tiba, entah dari mana datang Papa Kirana yang tak pernah muncul sejak bercerai kembali itu datang mengetuk rumahku. Perasaan tak enak hati dan marah sempat hinggap, aku bahkan terang-terangan menyalahkan dan memaki-makinya sebagai lelaki tak bertanggung jawab karena tak pernah membiayai hidup Kirana. Dan mantan suamiku itu hanya terdiam dalam bisu, mengangguk sedih dan hanya mengiyakan semua kesalahannya yang kupaparkan di depan putri kami.

Kenapa kau kembali, mas? Buat apa? cecarku pada akhirnya setelah lelah marah-marah.

Mantan suamiku, mas Budi menatap Kirana. Tatapan rindu yang jelas-jelas tergambar di kedua bola matanya. Saya rindu Kiran, de. Saya benar-benar rindu padanya.

Kata-kata itu terdengar begitu tulus, hingga membuat dadaku sesak. Kirana tak bisa menghentikan tangis dan dengan pandangan memohon, ia menatapku. Ia ingin sekali memeluk Papanya namun ia ingin meminta izinku.

Tapi aku menggeleng. Tidak adil! Ini tidak adil! Aku mengasuh Kirana sendirian selama dua tahun, bertanggung jawab sendirian mendidik dan membesarkannya dengan hasil keringatku. Berjumpalitan mengatur waktu antara pekerjaan dan urusan rumah tangga, mengambil semua tugas seorang Papa sekaligus seorang ibu agar Kirana tak merasa sendirian. Namun sekarang, dengan enaknya lelaki itu datang lagi. Meminta maaf lalu mengira semuanya selesai begitu saja. Tidak bisa!

Sekali lagi kemarahanku bangkit. Aku berdiri, mengusir keluar bahkan aku mengunci pagar. Aku kalap menarik lelaki itu keluar dan memintanya pergi secepat mungkin. Tangis Kirana yang meledak tak mampu meredam emosiku. Aku benci lelaki itu, lelaki yang mengkhianati semua kepercayaanku dan memilih perempuan lain padahal aku telah memberikan segala yang kupunya padanya. Aku dan Kirana tak cukup berharga untuk berada di sampingnya hingga ia memilih meninggalkan kami untuk perempuan lain.

Kirana dan aku berpelukan setelah itu. Aku meminta maaf karena aku belum bisa memaafkan Papanya. Dia hanya menangis dan menangis. Aku mengira Kirana memahami maksudku, memahami perbuatanku dan bersedia menerima semua yang telah kulakukan pada Papanya.

Tapi Mas Budi datang lagi, datang lagi dan terus datang. Berkali-kali kuusir, kumaki bahkan kuteriaki tetap tak pernah menghentikan keinginannya. Dia memohon, menelepon bahkan menunggui Kirana saat sekolah namun ia tak pernah lelah. Dan dari pembantu kami, aku tahu kalau Kirana sering menemui Papanya diam-diam.

Aku benar-benar takut Kirana memilih ikut Papanya. Aku takut kehilangan lagi. Sudah sering aku bercurhat dengan teman-temanku, namun semuanya meminta aku memaafkan Mas Budi. Menurut mereka, walaupun bagaimana Mas Budi adalah Papanya dan sudah seharusnya menjadi bagian dari kehidupan Kirana. Bimbang memenuhi batinku saat ini, berperang antara keinginan memaafkan dan kemarahan masa lalu yang masih begitu jelas.

Ma, sedang apa? suara Kirana mengagetkanku. Matanya terbelalak melihat buku diari miliknya yang kupegang.

Dengan cepat Kirana merampas bukunya, ia marah. Mama kok gitu sih? Ini kan barang milik Kiran!

Aku mengangguk, memilih diam sebentar. Kutatap putriku yang masih merengut kesal. Habis Kiran sudah gak pernah ngobrol sama Mama lagi seperti dulu. Mama jadi pengen tahu kenapa. Maaf ya, Ran, bisikku.

Kirana menatapku lama. Kiran bukannya gak mau ngobrol sama Mama. Kiran tak mau Mama marah. Kiran gak mau hati Mama sakit lagi. Kiran kira mungkin lebih baik untuk sementara Kiran diam dulu.

Mama memang masih sangat sakit. Apalagi sejak Papa Budi datang terus ke sini. Mama kesal karena dia bisa seenaknya datang setelah dua tahun nyakitin perasaan kita berdua seperti itu.

Putriku duduk di sampingku. Ma, belum cukupkah kemarahan Mama pada Papa? Mama gak kasihan lihat Papa beberapa kali Mama teriakin di depan rumah, dimarahin di depan Kiran terus tambah lagi gak ngizinin Kiran ketemu Papa. Mama gak kasihan lihat Papa Budi sampe nangis memohon agar dimaafkan?

Aku meneguk liur, merasakan kebenaran dalam kata-kata Kirana.

Papa mungkin memang salah sama Mama, sama Kirana. Tapi Ma, kalau Allah saja bisa memaafkan hambaNya yang paling berdosa kenapa kita, manusia biasa tidak bisa? Dulu Kiran juga pernah marah sama Papa, Kiran bahkan marah sama Mama Aku terhenyak mendengar kata-kata Kirana, namun ia tetap meneruskannya. Lalu Nenek bilang, Allah selalu punya cara sendiri menunjukkan jalan yang tepat. Mungkin belum kelihatan sekarang apa maksudnya tapi nanti. Nah Kiran merasa mungkin inilah jalan terbaik untuk Papa dan Mama, daripada bertengkar terus, daripada ribut terus maka lebih baik berpisah saja. Buktinya benar kan, Ma? Meskipun bercerai, Papa tetap mencari Kiran karena Papa adalah bagian dari hidup Kiran, seperti Mama.

Kirana memelukku. Tak bisakah Mama memaafkan Papa? Tak perlu kembali mesra atau mencoba kembali menjadi seperti dulu, Kiran hanya pengen Mama memberi Papa kesempatan bertemu Kiran seminggu sekali saja. Kiran iri lihat teman-teman yang punya Papa dan Kiran juga ingin mengalaminya. Kiran terus terang Kiran juga rindu sama Papa. Kita maafkan Papa, ya Ma? ucap Kirana penuh harap.

Aku tak bisa bicara, dadaku kembali sesak. Sesak karena haru, sesak karena rasa bersalah dan sesak karena berterima kasih pada Allah. Allah telah membuka mataku melalui putriku. Selama ini aku hanya peduli hatiku sendiri, aku lupa kalau ada hati dan perasaan lain milik Kirana yang sekali lagi harus kupertimbangkan. Aku telah mengambil keputusan sendiri saat bercerai tanpa memikirkan Kirana. Namun sekarang sekali lagi aku kembali melupakan perasaannya dan hanya memikirkan kepentinganku sendiri. Aku yang egois bukan Kirana. Wajar jika ia ingin memaafkan Papanya, wajar ia ingin memiliki kami berdua tanpa batas. Aku yang salah padanya. Seharusnya aku juga meminta maaf pada Kirana. Meminta maaf dengan memaafkan papanya.

Tapi lidahku kelu. Yang bisa kulakukan hanya memeluk putriku, menangis. Namun, perlahan sebuah keputusan datang. Aku memaafkanmu, Mas Budi. Demi Kirana, demi buah hati kita.

*****

Taurus In Motivation
Read More