Monumen Nasional (Monas) berada dipusat kota Jakarta yaitu di Lapangan
Monas Jakarta Pusat, atau ke arah selatan dari Istana Negara di Jakarta.
Tugu Peringatan Nasional yang satu ini merupakan salah satu dari monumen
peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan
rakyat melawan penjajah Belanda.
Dibangun pada tahun 1959 dan selesai pada tahun 1960. Bentuk Tugu
peringatan yang satu ini sangat unik. Sebuah batu obelik yang terbuat
dari marmer yang berbentuk lingga yoni simbol kesuburan ini tingginya
132 meter (433 kaki) yang dibangun di areal seluas 80 hektar.
R.M. Soedarsono
Tugu ini diarsiteki oleh R.M. Soedarsono dan Friedrich Silaban (arsitek
Mesjid Istiqlal), dengan konsultan Ir. Rooseno. Resmi dibuka untuk umum
pada tanggal 12 Juli 1975.
Monas mengalami lima kali pergantian nama, yang pertama yaitu Lapangan Gambir karena dulu merupakan daerah Pasar Gambir.
Lalu ganti nama lagi menjadi Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Disekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga.
Friedrich Silaban (1912-1984) Bung Karno menjulukinya sebagai “by the
grace of God” karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid
Istiqlal dan pembangunan Monas… Friedrich Silaban, seorang penganut
Kristen Protestan yang taat kelahiran Bonandolok, Sumatera Utara, 16
Desember 1912, wafat dalam usia 72 tahun pada hari Senin, 14 Mei 1984
RSPAD Gatot Subroto Jakarta, karena komplikasi beberapa penyakit yang
dideritanya.
Pada hari-hari libur, seperti hari Minggu atau hari libur sekolah, banyak masyarakat yang berkunjung kesini.
Dalam masa kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, malah semakin banyak orang datang kesini.
Monas adalah Indonesia, Indonesia adalah negara bermacam kultur, ras dan
agama – Negara Kesatuan, dan monas juga melambangkan “Bhinneka Tunggal
Ika” atau “Unity in Diversity“.
Di dalam bangunan Monumen Nasional ini juga terdapat museum dan aula untuk bermeditasi.
Selain itu di Kompleks Taman Monas juga terdapat diorama tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tempat itu bisa dilihat di bawah tanah dekat monumen ini, tepatnya dekat dengan patung Pangeran Diponegoro.
Para pengunjung dapat naik hingga keatas dengan menggunakan elevator.
Hingga saat ini sejak pagi hari apalagi di tiap akhir Minggu, antrian
naik ke tugu Monas kian ramai.
Lidah api atau obor diatas tugu monas ini sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia yang ingin mencapai kemerdekaan.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang berbentuk nyala
obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 38 kg.
Dan 28 kg di antaranya adalah sumbangan dari Teuku Markam , salah
seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia.
Teuku Markam pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia bahkan se- Asia Tenggara.
Teuku Markam turunan Uleebalang. Lahir tahun 1925 memasuki pendidikan
wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan
pangkat letnan satu.
Teuku Markam turunan Uleebalang. Lahir tahun 1925 menjadi pemuda dan
memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang)
dan tamat dengan pangkat letnan satu.
Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut
pertempuran di Tembung, Sumatera Utara bersama-sama dengan Jendral Bejo,
Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin dan lain-lain.
Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran.
Bahkan ia ikut mendamaikan bentrokan antara pasukan Simbolon dengan pasukan Manaf Lubis.
Dan masih banyak bantuan-bantuan Teuku Markam lainnya yang pantas di catat dalam sejarah Indonesia.
Sosok Wanita di Api Obor Monas
“Apa yang ada diatas tugu Monas? Gambar apa yang terlihat dari lidah api di atas monas itu?”
Relief sejarah Indonesia di Taman Monas, Jakarta. Terlihat sosok
Mahapatih Gadjah Mada berada dibarisan terdepan. Gadjah Mada
memperingatkan kerajaan diluar kepulauan Nusantara agar tidak menyerang
wilayah Nusantara setelah mereka berikrar untuk bersatu menjadi wilayah
kepulauan terbesar di dunia.
Sosok perempuan sedang duduk simpuh dengan gerai rambutnya yang panjang.
Rambut atasnya disimpul seperti sanggul kecil. Duduk menghadap langsung
ke Istana Negara.”
Patung lidah api terbalut emas itu menggambarkan seorang perempuan. Ternyata bukan gambar abstrak lidah api semata.
Terlihat dari sisi sebelah kiri Monas di Jalan Medan Merdeka Barat sebelah utara, dekat dengan Istana Presiden.
Patung bersosok perempuan itu sengaja dibuat dengan sebaik-baiknya agar
orang yang melihatnya tidak mengetahuinya secara langsung, begitu
hebatnya Bung Karno sebagai penggagas dan juga sang arsitek yang
membuatnya.
Jika peradaban manusia mungkin bisa punah, maka paling tidak Indonesia
sudah punya peninggalan berupa warisan para pemahat ulung di zaman
moderen, pembuatan tahun 2000-an ini. Salah satunya ialah patung penari
cantik di Monas, Dewi Pertiwi. Ukiran dan pahatannya sangat halus dan
detail. (sources: wikipedia)
Presiden Soekarno juga sudah mengetahui sosok patung “tak terlihat” ini.
Sosok perempuan itu sangat akurat mengarah ke istana Presiden.
Jadi, disaat kita berada di halaman Istana Presiden, patung tersebut paling mudah untuk dikenali.
Sedangkan dari sisi lainnya akan susah untuk dikenali, apalagi jika anda
ada di daerah Medan Merdeka Selatan, takkan terlihat – karena Anda
hanya melihat punggungnya.
Apa tujuan pembuatan lidah api sebagai simbol semangat yang membara
dengan sosok perempuan tersebut? Tiada orang yang tahu persis.
By vivanews.co.id