Surat yang bercerita mengenai Takita sebagai sebuah inisiatif dari Indonesia Bercerita. Surat ini dipublikasikan di Surat Terbuka.
Salam bahagia,
Saya menulis surat ini bukan saja sebagai Ketua Indonesia Bercerita,
namun juga sebagai seorang ayah dari seorang putri bernama Damai.
Seorang ayah yang banyak belajar dari putrinya, bagaimana caya menjadi
seorang ayah yang baik. Ayah ternyata bukan sekedar orang yang mencukupi
kebutuhan fisiknya, namun juga sebagai teman yang mencintainya tanpa
syarat.
Saya belajar bahwa anak membutuhkan lebih dari materi, ia juga butuh
cerita apa yang dikerjakan orang tuanya untuk menjawab pertanyaan teman
dan gurunya, apa pekerjaan ayahmu, ibumu kerja dimana. Anak butuh lebih
dari mainan, ia juga butuh cerita yang memanjakan imajinasinya. Anak
butuh lebih dari pertolongan, ia juga butuh stimulasi dan kepercayaan
penuh bahwa ia bisa menyelesaikan kesulitannya sendiri.
Apa yang saya alami bukan hal mudah, saya berjuang sebagaimana orang
tua lain di seluruh Indonesia untuk menjadi orang tua yang baik. Seperti
orang tua yang baru saja dianugerahi buah hati lainnya, saya belajar
untuk mendengarkan, yang mungkin hal kecil namun perjuangan berat bagi
saya. Dan mungkin saya masih lebih beruntung secara ekonomi dan
pendidikan dibandingkan banyak orang tua lainnya yang juga berjuang
menjadi orang tua yang baik.
Saya tidak bisa membayangkan betapa beratnya orang tua yang
pendapatannya terbatas. Bagaimana dengan orang tua yang tinggal bukan di
kota besar atau bahkan yang tinggal di pelosok. Bertahan hidup sendiri
sudah perjuangan berat, belum lagi perjuangan untuk mendidik
anak-anaknya. Saya mungkin tidak akan bisa sebaik mereka menghadapi
tantangan hidup.
Orang tua yang tinggal di kota besar pun menghadapi kesulitannya
sendiri. Persaingan begitu keras memaksa mereka bekerja keras melampui
kemampuannya sebagai orang tua. Waktu keluarga yang tersita. Energi buat
keluarga yang tak tersisa. Dalam kelelahan, mereka cenderung pasrah dan
tidak mampu mendampingi anak-anaknya.
Pada sisi lain, media massa maupun internet tidak bersahabat dengan
anak, tidak membantu orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Terlalu
banyak berita negatif, berlebihan, dan tidak mendidik bagi anak. Isi
yang lebih mengejar rating, oplah dan jumlah kunjungan tentu
mengesampingkan hal-hal yang lebih prinsip
Indonesia dengan banyak kemajuannya masih menyimpan pekerjaan rumah
yang luar biasa. Hidup rukun dalam keragaman sebagai sebuah bangsa.
Pertikaian dan penindasan sekelompok warga negara terhadap warga negara
lain bukannya disikapi dengan tegas, justru terjadi pembiaran. Pembiaran
yang awalnya diartikan “boleh” kemudian semakin lama diartikan “harus”
dilakukan. Pembiaran yang membiakkan kekerasan dalam kehidupan
berbangsa.
Banyak orang tua, termasuk saya, khawatir mengenai masa depan
anak-anak Indonesia. Bagaimana pengaruh media massa dan internet
terhadap anak-anak kami? Bagaimana pergaulan antara anak-anak kami yang
berbeda ketika perbedaan justru jadi alasan dilakukannya kekerasan?
Bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain sebagai anak-anak bangsa?
Dan apakah mereka tetap akan menjadi bagian dari sebuah bangsa yang
disebut Indonesia?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menyiratkan persoalan besar bangsa
ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu tidak akan menemukan
jawabannya dalam beberapa hari atau bulan ke depan. Tugas kitalah
sebagai warga negara, sebagai orang tua dari anak-anak kita, untuk
memberikan sepotong jawaban. Sepotong jawabah ibarat nada yang bila
terangkai akan menjadi sebuah nyanyian kebangsaan yang indah.
Seringkali persoalan besar dan rumit, tapi bisa jadi jawabannya
simpel. Sebuah bangsa akan menghargai keragaman bila anak-anaknya tumbuh
dan besar dalam relasi yang menghargai perbedaan. Sebuah bangsa akan
menghargai keragaman bila anak-anaknya belajar dan bersekolah dalam
suasana yang mendukung setiap potensi unik. Bagaimana caranya?
Caranya mudah, bercerita. Bercerita lebih luas dari pada mendongeng,
sehingga mempunyai beragam peran dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
Bercerita itu meliputi juga ketika orang tua menceritakan apa yang
membanggakannya dalam bekerja, ketika guru menyampaikan materi pelajaran
melalui pengalaman-pengalaman yang dekat dengan keseharian anak, bahkan
ketika anak menceritakan aktivitasnya hari ini pada orang tua.
Saya bercerita mengenai pekerjaan saya pada Damai, agar ia memahami
bahwa dunia tidak sebatas bermain dan belajar. Sebagaimana saya menyimak
Damai yang tengah bercerita mengenai aktivitas hari ini, agar saya
memahami cara berpikir, potensi dan aspirasinya. Begitu juga dengan guru
yang bercerita pengalamannya, saya yakin murid-murid akan lebih
menghargainya sebagai manusia biasa yang patut dicontoh.
Lebih jauh lagi, bayangkan dampaknya bila anak mendengar cerita anak
dari daerah lain yang berbeda. Bayangkan dampaknya bila orang dewasa
bercerita mengenai tindakan yang membanggakan dengan rekan-rekan
kerjanya. Bayangkan dampaknya bila guru saling bercerita mengenai
pengalaman terbaiknya dalam mengajar. Bayangkan dampaknya bila komunitas
dan lintas komunitas berbagi cerita keunikannya. Setiap kali bercerita
dilakukan ditengah perbedaan, setiap kali pula jarum tenun kebanggsaan
bekerja.
Hampir setiap orang bisa dan suka bercerita. Sayangnya, banyak
persepsi dan kebiasaan yang meminggirkan aktivitas bercerita. Bercerita
hanya menjadi aktivitas sambilan baik di keluarga, sekolah, tempat kerja
maupun dalam kehidupan berbangsa. Bercerita tidak mendapat tempat
utama, bercerita lebih banyak dilakukan di sudut ruangan dengan
berbisik-bisik. Tidak heran bila sekarang hanya 40% orang tua yang
bercerita pada anaknya (Kompas).
Mengingat pentingnya bercerita sebagai jarum tenun kebangsaan, kami
terpanggil untuk menghidupkan kembali tradisi bercerita ke seluruh
nusantara melalui gerakan Indonesia Bercerita. Melalui surat ini, kami
mengundang orang Indonesia yang peduli untuk terlibat dalam menyebarkan
semangat bercerita melalui inisiatif yang kami sebut sebagai Takita.
Saya sebagai orang tua Damai mempunyai harapan besar, Takita menjadi
inisiatif yang berkontribusi membentuk suasana kebanggsaan dimana Damai
dan anak-anak lainnya akan berkembang. Saya sebagai Ketua Indonesia
Bercerita berharap Takita bisa menginspirasi orang tua dan guru untuk
bercerita pada anak dan muridnya.
Takita, suatu simbol tentang pentingnya kebiasaan bercerita pada
keluarga Indonesia. Takita mewakili suara hati anak-anak Indonesia yang
butuh kehangatan, kasih sayang dan dukungan keluarganya. Takita mewakili
jiwa anak-anak yang cerita, senang bercerita dan menjelajah ke berbagai
tempat untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Takita mempunyai mimpi,
kerumah manapun di Indonesia, Takita bisa mendengar sebuah keluarga
tengah hangat bercerita.
Bila peduli, mulailah melakukan praktek bercerita saat ini juga. Pada
seorang atasan, Takita menyerukan untuk bertanya pada bawahannya, kapan
mereka bekerja dengan rasa senang dan bangga. Pada orang tua, Takita
mengundang untuk bertanya pada anaknya, apa yang menyenangkan pada hari
ini. Pada guru, Takita mengajak untuk bertanya pada muridnya, kapan
mereka merasakan semangat belajar. Pada komunitas, Takita memberikan
tantangan untuk mengubah pertemuan menjadi tempat untuk bercerita.
Selain dengan bercerita, Takita mengundang kita semua untuk menjadi
barisan dari gerakan semangat bercerita. Barisan yang mengajak teman,
saudara, dan kenalan untuk bercerita. Ajakan bisa dalam kehidupan
sehari-hari namun kami mengundang anda untuk menuliskan ajakan tersebut
pada media daring (online) seperti blog atau catatan (notes) Facebook.
Mengapa? Penyebaran semangat bercerita bukanlah perjuangan jangka
pendek. Semangat bercerita hanya akan berdampak besar bila dilakukan
secara berulang dan konsisten. Penulisan pada media daring akan membuat
kita akan terus mengingatkan Indonesia sebagai bangsa pencerita.
Bagaimana caranya?
Gerakan Takita memang berawal dari gerakan di ranah daring dengan
menyediakan podcast cerita anak gratis dan pengetahuan bercerita untuk
mendidik anak. Tapi tidak akan sebatas ranah daring, gerakan Takita akan
terus bergerak ke ranah luring (offline) berupa Rumah Takita, sebuah
rumah bagi anak-anak kampung untuk belajar, bermain dan bercerita.
Sebuah rumah yang sekaligus menjadi pusat pengembangan modul bercerita
& peningkatan kapasitas guru pencerita. Modul-modul bercerita
tersebut dapat digunakan secara gratis oleh rumah singgah, rumah baca,
atau taman baca di seluruh Indonesia.
Pada akhirnya, mari bercerita dengan cerita luar biasa layaknya
seorang penenun dengan jarumnya menganyam tenun kebangsaan kita. Tenun
kebangsaan yang kokoh dan nyaman untuk tempat bernaung bagi anak-anak
kita
Taurus In Motivation
0 komentar:
Posting Komentar