Banyak sekali tweet dukungan terhadap KPK
mulai dari tokoh hingga orang-orang biasa, mulai dari datang ke Gedung
KPK hingga yang mentweet atau meretweet. Gerakan anti korupsi menemukan
musuh yang kuat hingga menarik banyak simpati dari masyarakat. Kisruh
ini bukan yang pertama, dan bukan pula yang terakhir. Upaya
pemberantasan korupsi masih butuh proses panjang.
Apa sih sulitnya memberantas korupsi? Mungkin ada yang menjawab
korupsi berlindung dibalik kekuasan. Mungkin ada yang bilang memberantas
korupsi itu. Beberapa teman memberikan jawaban seperti dibawah ini:
Tapi entah kenapa tiba-tiba tadi pagi terlintas ide tentang kira-kira
mengapa sulit memberantas korupsi. Sayangnya, jawaban itu juga berupa
pertanyaan hehe. Apa? Ya judul posting ini lah. Mengapa orang lebih
jijik pada pengemis dibanding pada koruptor?
Dalam benak kita, koruptor itu lebih diterima dari pada pengemis
secara alami. Karena lebih diterima, maka kita lebih sulit
menolak/menghindari koruptor dari pada menolak/menghindari kehadiran
pengemis di dekat kita. Koruptor disini dimaknai sebagai personifikasi
dari korupsi, bentuk konkret dari korupsi yang bisa kita lihat.
Dibawah ini contohnya. Kira-kira bagaimana respon kita menyikapi orang pada dua foto dibawah ini?
Bayangkan ya, kita lagi duduk di bangku halte. Kemudian orang semacam
pada foto pertama datang dan duduk di sebelah kita. Mata kita sudah
dimanjakan dengan penampilannya. Ketika bersebelahan, hidung kita
dimanjakan harum badannya.
Sekarang bayangkan, kita lagi duduk di bangku halte. Kemudian orang
semacam pada foto kedua datang dan duduk disebelah kita. Sejak awal aja
sudah bikin sepet mata. Pas duduk sebelahan, hidung kita langsung
terserang bau tak sedap.
Kira-kira pada kesempatan mana kita lebih mungkin menggeser duduk
atau bahkan menghindar? Ya. Secara alami, lebih besar kemungkinan pada
kejadian kedua.
Selain itu, koruptor adalah orang yang berseragam. Kita lebih mudah
menerima kehadiran dan perintah dari kalangan yang berseragam, bahkan
ketika perintah tersebut sebenarnya tidak kita setujui. Seragam adalah
simbol otoritas. Kita mengasosiasikan pengguna seragam sebagai pemegang
otoritas yang diterima secara umum. Jadi seragam itu menimbulkan kesan
yang cenderung positif pada penggunanya.
Seringkali seragam ini diperkuat dengan kata-kata “kebenaran”.
“Kebenaran” yang berasal dari pendapat umum, dari undang-undang, bahkan
dari kitab suci. Kombinasi seragam dan kata-kata kebenaran itu tampak
pada film keren berjudul Kita vs Korupsi: Aku Padamu.
Belum lagi kalau kita berbicara koruptor punya banyak uang yang
memungkinkannya mengakses tempat dan fasilitas mewah yang relatif
dipandang oleh masyarakat.
Pada akhirnya, sekarang bayangkan kita sebagai orang yang berada
dalam “sistem” dan berinteraksi langsung dengan mereka yang kita sebut
“koruptor”. Jangan-jangan kita juga masih lebih jijik pada pengemis
dibanding pada mereka. Selama kita masih nyaman dekat dengan koruptor
maka koruptor pun masih nyaman untuk menjalankan aktivitas
sehari-harinya, korupsi.
Belajar dari kasus “Pemberantasan Korupsi di Italia”, setidaknya ada 3 agenda pemberantasan korupsi:
- Pemimpin nasional yang berkomitmen melakukan pemberantasan korupsi
- Lembaga pemberantasan korupsi yang kuat (Itulah pentingnya #SaveKPK)
- Gerakan sosial dan pendidikan untuk menghentikan kebiasaan mengidolakan koruptor dan mencari idola-idola baru dari kalangan yang bersih
Aku pribadi akan mengambil peran pada gerakan pendidikan, gerakan yang mengembangkan anak yang berkarakter sesuai pohon karakter, sehingga bangga pada kemampuan diri sendiri dan jijik untuk melakukan korupsi.
Bagaimana cara agar lebih jijik pada koruptor dibanding pada pengemis?
Taurus In Motivation
0 komentar:
Posting Komentar