Di pagi buta, rumah Ibu Nana diwarnai dengan teriakan. Bagaimana tidak ? Sasa anak dari Ibu Nana, lagi-lagi mencoba untuk bunuh diri.
“Ya ampun, anakku kenapa mau lakukan itu” kataku sambil menangis.
“Ku gak mau, menyusahkan keluarga ini dengan kehadirnku” balasku dengan sedikit kesal.
“Sasa gak pernah menyusahkan sama sekali” jawabku dengan menghibur.
Namaku adalah Sasa, ku adalah anak pertama dari 3 saudaraku. Aku sejak dilahirkan, aku memang sudah tak sempurna. Kakiku sudah lumpuh, jadi sampai sekarang ku pun berjalan menggunakan kedua tanganku.
Kenapa sih Tuhan, menciptakan aku ?. Kalau tidak sempurna, dan hanya menyusahkan keluargaku saja. Seharusnya aku yang menafkahi keluarga ini, karena Ayahku udah pergi dengan perempuan lain. Mungkin sudah lupa akan keadaan ini dan dia bahagia.
“Bu, bagaimana Sasa dititipkan dipanti atau yayasan sosial saja” kataku dengan yakin.
“Tidak” jawabku dengan singkat.
“kenapa tidak Bu ?” tambahku bertanya lagi.
”Sekali tidak tetap tidak” balasku dengan nada marah.
“kan bisa meringankan beban keluarga ini bu” ucapku dengan menunduk.
“Sasa itu anak Ibu dan Ibu yakin masih bisa merawat Sasa dan menafkahi keluarga ini”jawabku dengan menangis.
Ku pun lalu menangis dipelukan Sasa, dan kami berdua pun menangis.
“mengapa Tuhan menguji kita seberat ini Bu” kataku menghadap Ibu.
“Sabar aja anakku” jawabku dengan mengelus kepalanya.
Namaku Nana, Ibunya Sasa. Pekerjaanku hanyalah sebagai pembantu rumah tangga dan tukang cuci dikampungku, ku mempunyai 3 anak. Pertama Sasa namanya dan dia berumur 24 tahun, tapi sampai sekarang tak ada yang meminang anakku.
Anak kedua ku adalah Cici, dia belajar sampai tamat SMP saja soalnya ku bergantian membiayai adiknya yang masuk SD. Anak ketiga ku, cowok sendirian namanya Rahman. Untung saja SD sekarang gratis, jadi Cici bisa melanjutkan SMA dan dengan surat keterangan tidak mampu.
Aku adalah Sasa, perempuan yang hidupnya sendiri. Ku bangga dengan adikku Cici soalnya selain dia sekolah, dia pun rajin membantu Ibuku. Berbeda denganku yang hanya duduk,diam saja seharian dirumah.
Suatu hari pun dirumah keluarga Ibu Nana, kedatangan seorang lelaki yang bernama Dedi. Ternyta maksud kedatangan Dedi adalah ingin meminang Cici, adik kandung dari Sasa.
Pada saat itu pun Sasa mengalami beban mental yang berat, bagaimana tidak ?. Adiknya sendiri mau membuat keluarga sendiri, sedangkan aku sendiri hanya bisa terdiam. Tapi biarlah, asalkan adikku bahagiaa aku juga turut bahagia.
“Ibu, nama saya Dedi. Saya ingin melamar anak Ibu, yang bernama Cici. Apa Ibu mau mengijinkannya ?” kataku dengan tutur kata yang sopan.
“Ibu sih terima saja nak Dedi, tergantung dari Cicinya sendiri” jawabku dengan senyum ringan.
“Iya Bu” ucapku dengan membalas senyum balik.
“Tunggu Cici pulang dari pasar ya nak” balasku dengan menatap kesungguhan Dedi.
Sambil ku menuggu Cici, ku pun ngobrol macam-macam. Tak berlama pun aku setelah menobrol dengan Ibu Cici, ku pun melihat seseorang sedang berjalan dengan tangan bersama anak kecil. Ku pun bertanya pada Ibu Cici dan Ia jawab, ternyata itu kakaknya Cici yang bernama Sasa dan anak kecil itu adiknya yang bernama Rahman dan mereka sedang bermain bersama.
Ibu Cici pun bercerita semua tentang keluarganya dan termasuk tentang Sasa, lama-lama ku pun terpesona melihat sosok Sasa. Ibunya pun bercerita kalau dia itu pemalu, karena keterbatasannya.
Tak berapa lama Cici pun datang dan menemui Ibu bersama Dedi, dan mereka pun ngobrol. Yang tadinya Dedi mau melamar Cici, tiba-tiba bilang ingin pendekatan keluarga dulu. Dedi pun dikenalkan oleh Cici semua kelurganya, termasuk berkenalan dengan Kakaknya Cici yaitu Sasa.
Aku pun berkenalan dengan Sasa, dia bercerita berbagai macam. Dengan senyumnya ku selalu teringat, ku pun semakin tertarik dengan Sasa dan melupakan Cici.
Cici pun mulai merasa cemburu akan kedekatan Dedi dengan Kakaknya, Pada suatu malam pun terjadi pertengkaran dahsyat antara Ibu dan Cici membahas tentang Dedi.
“Bu, Sasa merebut Dedi” Ucapku dengan nada tinggi.
“Mau gimana lagi nak”balasku dengan sedikit menenangkannya.
“Kakak bikin susah dan repot saja” kataku diluar kendali.
Tak sengaja Sasa pun mendengar perkataan adiknya itu, ia pun berfikir meninggalkan rumah saja. Cici pun merasa Ibunya selalu membela kakaknya dan menganggapnya pilih kasih, Selesai pertengkaran yang menghasilkan jalan buntu. Saat mereka kekamar Sasa, Sasa pun sudah lenyap entah kemana.
Mereka pun panik, mereka semua mencari Sasa semalaman dengan menangis. Tiba-tiba 2 jam kemudian, tepat tengah malam dingin yang menyengat. Dan dengan diselimuti embun malam, Sasa pun kembali kerumah bersama Dedi.
Dedi menceritakan semua kejadian ini ke keluarga Sasa, Saat aku dijalan menuju pulang tak sengaja aku melihat Sasa ingin bunuh diri dan aku pun menolongnya. Pada saat itu pun Cici menyadari lebih baik membahagiakan orang lain, dibandingkan membahagiakan diri sendiri. Cici pun merelakan Dedi untuk bersanding dengan kakaknya, Sasa pun sempat menolak karena minder dengan keadaannya tetapi Dedi mencoba meyakinkannya.
Beberapa minggu kemudian, Dedi dan Sasa naik kepelaminan dan memulai hidup baru. Senyuman pun terpancar dari bibir mereka, keluarga dan Cici pun merasa bahagia sekali.
Sejak hidup dengan Dedi, Sasa pun mulai memberanikan diri untuk melakukan sesuatu meski dengan keterbatasannya. Karena semua tak ada yang tak mungkin, karena cinta bisa merubah segalanya dan Tuhan yang memutuskannya
“Ya ampun, anakku kenapa mau lakukan itu” kataku sambil menangis.
“Ku gak mau, menyusahkan keluarga ini dengan kehadirnku” balasku dengan sedikit kesal.
“Sasa gak pernah menyusahkan sama sekali” jawabku dengan menghibur.
Namaku adalah Sasa, ku adalah anak pertama dari 3 saudaraku. Aku sejak dilahirkan, aku memang sudah tak sempurna. Kakiku sudah lumpuh, jadi sampai sekarang ku pun berjalan menggunakan kedua tanganku.
Kenapa sih Tuhan, menciptakan aku ?. Kalau tidak sempurna, dan hanya menyusahkan keluargaku saja. Seharusnya aku yang menafkahi keluarga ini, karena Ayahku udah pergi dengan perempuan lain. Mungkin sudah lupa akan keadaan ini dan dia bahagia.
“Bu, bagaimana Sasa dititipkan dipanti atau yayasan sosial saja” kataku dengan yakin.
“Tidak” jawabku dengan singkat.
“kenapa tidak Bu ?” tambahku bertanya lagi.
”Sekali tidak tetap tidak” balasku dengan nada marah.
“kan bisa meringankan beban keluarga ini bu” ucapku dengan menunduk.
“Sasa itu anak Ibu dan Ibu yakin masih bisa merawat Sasa dan menafkahi keluarga ini”jawabku dengan menangis.
Ku pun lalu menangis dipelukan Sasa, dan kami berdua pun menangis.
“mengapa Tuhan menguji kita seberat ini Bu” kataku menghadap Ibu.
“Sabar aja anakku” jawabku dengan mengelus kepalanya.
Namaku Nana, Ibunya Sasa. Pekerjaanku hanyalah sebagai pembantu rumah tangga dan tukang cuci dikampungku, ku mempunyai 3 anak. Pertama Sasa namanya dan dia berumur 24 tahun, tapi sampai sekarang tak ada yang meminang anakku.
Anak kedua ku adalah Cici, dia belajar sampai tamat SMP saja soalnya ku bergantian membiayai adiknya yang masuk SD. Anak ketiga ku, cowok sendirian namanya Rahman. Untung saja SD sekarang gratis, jadi Cici bisa melanjutkan SMA dan dengan surat keterangan tidak mampu.
Aku adalah Sasa, perempuan yang hidupnya sendiri. Ku bangga dengan adikku Cici soalnya selain dia sekolah, dia pun rajin membantu Ibuku. Berbeda denganku yang hanya duduk,diam saja seharian dirumah.
Suatu hari pun dirumah keluarga Ibu Nana, kedatangan seorang lelaki yang bernama Dedi. Ternyta maksud kedatangan Dedi adalah ingin meminang Cici, adik kandung dari Sasa.
Pada saat itu pun Sasa mengalami beban mental yang berat, bagaimana tidak ?. Adiknya sendiri mau membuat keluarga sendiri, sedangkan aku sendiri hanya bisa terdiam. Tapi biarlah, asalkan adikku bahagiaa aku juga turut bahagia.
“Ibu, nama saya Dedi. Saya ingin melamar anak Ibu, yang bernama Cici. Apa Ibu mau mengijinkannya ?” kataku dengan tutur kata yang sopan.
“Ibu sih terima saja nak Dedi, tergantung dari Cicinya sendiri” jawabku dengan senyum ringan.
“Iya Bu” ucapku dengan membalas senyum balik.
“Tunggu Cici pulang dari pasar ya nak” balasku dengan menatap kesungguhan Dedi.
Sambil ku menuggu Cici, ku pun ngobrol macam-macam. Tak berlama pun aku setelah menobrol dengan Ibu Cici, ku pun melihat seseorang sedang berjalan dengan tangan bersama anak kecil. Ku pun bertanya pada Ibu Cici dan Ia jawab, ternyata itu kakaknya Cici yang bernama Sasa dan anak kecil itu adiknya yang bernama Rahman dan mereka sedang bermain bersama.
Ibu Cici pun bercerita semua tentang keluarganya dan termasuk tentang Sasa, lama-lama ku pun terpesona melihat sosok Sasa. Ibunya pun bercerita kalau dia itu pemalu, karena keterbatasannya.
Tak berapa lama Cici pun datang dan menemui Ibu bersama Dedi, dan mereka pun ngobrol. Yang tadinya Dedi mau melamar Cici, tiba-tiba bilang ingin pendekatan keluarga dulu. Dedi pun dikenalkan oleh Cici semua kelurganya, termasuk berkenalan dengan Kakaknya Cici yaitu Sasa.
Aku pun berkenalan dengan Sasa, dia bercerita berbagai macam. Dengan senyumnya ku selalu teringat, ku pun semakin tertarik dengan Sasa dan melupakan Cici.
Cici pun mulai merasa cemburu akan kedekatan Dedi dengan Kakaknya, Pada suatu malam pun terjadi pertengkaran dahsyat antara Ibu dan Cici membahas tentang Dedi.
“Bu, Sasa merebut Dedi” Ucapku dengan nada tinggi.
“Mau gimana lagi nak”balasku dengan sedikit menenangkannya.
“Kakak bikin susah dan repot saja” kataku diluar kendali.
Tak sengaja Sasa pun mendengar perkataan adiknya itu, ia pun berfikir meninggalkan rumah saja. Cici pun merasa Ibunya selalu membela kakaknya dan menganggapnya pilih kasih, Selesai pertengkaran yang menghasilkan jalan buntu. Saat mereka kekamar Sasa, Sasa pun sudah lenyap entah kemana.
Mereka pun panik, mereka semua mencari Sasa semalaman dengan menangis. Tiba-tiba 2 jam kemudian, tepat tengah malam dingin yang menyengat. Dan dengan diselimuti embun malam, Sasa pun kembali kerumah bersama Dedi.
Dedi menceritakan semua kejadian ini ke keluarga Sasa, Saat aku dijalan menuju pulang tak sengaja aku melihat Sasa ingin bunuh diri dan aku pun menolongnya. Pada saat itu pun Cici menyadari lebih baik membahagiakan orang lain, dibandingkan membahagiakan diri sendiri. Cici pun merelakan Dedi untuk bersanding dengan kakaknya, Sasa pun sempat menolak karena minder dengan keadaannya tetapi Dedi mencoba meyakinkannya.
Beberapa minggu kemudian, Dedi dan Sasa naik kepelaminan dan memulai hidup baru. Senyuman pun terpancar dari bibir mereka, keluarga dan Cici pun merasa bahagia sekali.
Sejak hidup dengan Dedi, Sasa pun mulai memberanikan diri untuk melakukan sesuatu meski dengan keterbatasannya. Karena semua tak ada yang tak mungkin, karena cinta bisa merubah segalanya dan Tuhan yang memutuskannya
0 komentar:
Posting Komentar