Beberapa orang seringkali perlu waktu berjam-jam agar dapat tidur nyenyak. Pada penderita insomnia, bisa jadi waktunya lebih lama lagi. Untungnya sebuah penelitian menemukan ada suatu metode sederhana untuk mengurangi ketegangan dan membuat orang cepat tidur pulas.
Metode yang dilakukan selama 10 menit ini dirancang dilakukan sebelum tidur. Praktiknya dengan berfokus pada tempat yang tenang dan menyenangkan seperti pantai atau danau yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Setelah itu, tarik napas dalam perlahan-lahan.
"Teknik ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa stres negatif dapat mempengaruhi tidur. Kita tahu ada banyak faktor risiko penyakit jantung seperti merokok, diabetes dan kolesterol tinggi. Tetapi baru sedikit yang mengerti tentang stres," kata Dr Arn Eliasson, konsultan di Walter Reed National Military Medical Center seperti dilansir Health Day
Penelitian ini akan disajikan dalam pertemuan American College of Chest Physicians dan menunjukkan bahwa teknik ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur, meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi kelelahan.
Untuk merumuskan metode ini, peneliti melibatkan 135 orang pria dan 199 orang wanita dengan usia rata-rata 56 tahun. Sebagian kecil peserta mengidap post-traumatic stress disorder (PTSD), yaitu gangguan kecemasan parah yang muncul setelah menyaksikan peristiwa traumatis.
Para peserta diminta mengisi kuesioner yang terdiri atas 14 pertanyaan untuk mengukur tingkat stres. Peserta juga diminta mengisi survei tentang kualitas tidur dan ditanya berapa lama waktu tidurnya, gangguan tidur yang dialami, penggunaan obat tidur serta seberapa sering merasa kelelahan di siang hari.
Peserta kemudian diminta menghadiri program bernama 'Tension Tamer' atau penjinak ketegangan lewat workshop selama 30 menit, kemudian diikuti 4 kali kunjungan selama 30 menit dengan seorang spesialis manajemen stres untuk berlatih teknik pereda stres. Setelah menyelesaikan program ini, para peserta diminta mengikuti survei lagi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 65 persen peserta mengaku stresnya berkurang sebesar 6,6 poin. Namun di sisi lain, sebanyak 34 persen peserta mengaku stresnya malah makin memburuk sebesar 4,6 poin. Pada peserta yang berkurang stresnya, ada perbaikan kualitas tidur, makin sedikit waktu yang diperlukan untuk tertidur dan berkurangnya rasa kelelahan.
"Ini bukan teknik baru. Terapi pengurangan stres selalu berperan untuk membantu orang tertidur. Mengurangi stres dengan cara apapun jelas akan membantu, namun yang paling penting adalah mempelajari mengapa orang tersebut mengalami kesulitan tidur," kata Dr Aparajitha Verma, direktur medis Methodist Hospital Comprehensive Sleep Disorders Program.
Verma menjelaskan bahwa teknik ini memang dapat membantu cepat tidur pulas, tetapi tidak akan menjamin dapat memperoleh kualitas tidur yang baik. Ia menyarankan untuk bersantai sebelum tidur, menyelesaikan masalah yang mengganggu dan mematikan segala sesuatu yang dapat merangsang kesadaran atau membuat terjaga.
Metode yang dilakukan selama 10 menit ini dirancang dilakukan sebelum tidur. Praktiknya dengan berfokus pada tempat yang tenang dan menyenangkan seperti pantai atau danau yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Setelah itu, tarik napas dalam perlahan-lahan.
"Teknik ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa stres negatif dapat mempengaruhi tidur. Kita tahu ada banyak faktor risiko penyakit jantung seperti merokok, diabetes dan kolesterol tinggi. Tetapi baru sedikit yang mengerti tentang stres," kata Dr Arn Eliasson, konsultan di Walter Reed National Military Medical Center seperti dilansir Health Day
Penelitian ini akan disajikan dalam pertemuan American College of Chest Physicians dan menunjukkan bahwa teknik ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur, meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi kelelahan.
Untuk merumuskan metode ini, peneliti melibatkan 135 orang pria dan 199 orang wanita dengan usia rata-rata 56 tahun. Sebagian kecil peserta mengidap post-traumatic stress disorder (PTSD), yaitu gangguan kecemasan parah yang muncul setelah menyaksikan peristiwa traumatis.
Para peserta diminta mengisi kuesioner yang terdiri atas 14 pertanyaan untuk mengukur tingkat stres. Peserta juga diminta mengisi survei tentang kualitas tidur dan ditanya berapa lama waktu tidurnya, gangguan tidur yang dialami, penggunaan obat tidur serta seberapa sering merasa kelelahan di siang hari.
Peserta kemudian diminta menghadiri program bernama 'Tension Tamer' atau penjinak ketegangan lewat workshop selama 30 menit, kemudian diikuti 4 kali kunjungan selama 30 menit dengan seorang spesialis manajemen stres untuk berlatih teknik pereda stres. Setelah menyelesaikan program ini, para peserta diminta mengikuti survei lagi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 65 persen peserta mengaku stresnya berkurang sebesar 6,6 poin. Namun di sisi lain, sebanyak 34 persen peserta mengaku stresnya malah makin memburuk sebesar 4,6 poin. Pada peserta yang berkurang stresnya, ada perbaikan kualitas tidur, makin sedikit waktu yang diperlukan untuk tertidur dan berkurangnya rasa kelelahan.
"Ini bukan teknik baru. Terapi pengurangan stres selalu berperan untuk membantu orang tertidur. Mengurangi stres dengan cara apapun jelas akan membantu, namun yang paling penting adalah mempelajari mengapa orang tersebut mengalami kesulitan tidur," kata Dr Aparajitha Verma, direktur medis Methodist Hospital Comprehensive Sleep Disorders Program.
Verma menjelaskan bahwa teknik ini memang dapat membantu cepat tidur pulas, tetapi tidak akan menjamin dapat memperoleh kualitas tidur yang baik. Ia menyarankan untuk bersantai sebelum tidur, menyelesaikan masalah yang mengganggu dan mematikan segala sesuatu yang dapat merangsang kesadaran atau membuat terjaga.
0 komentar:
Posting Komentar