tread ini aku dapat dari link sebelah, sangat menginspirasi. semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari cerita ini.
Tulisan ini aku buat setelah 13 tahun mengarungi rumah tangga dengan
suamiku dan setelah aku divonis gagal untuk yang kedua kalinya menjalani
program bayi tabung.
Aku tergugah untuk menuliskan crita ini karna berat rasanya untuk
bercerita kepada orang lain dengan bertatap muka, karna aku pikir tidak
semua orang akan empati terhadap ceritaku ini dan merasakan apa yang aku
& suamiku rasakan, tapi di kepalaku ingin rasanya aku mengeluarkan
cerita ini, karna rasa sedih, kecewa dan rasa sakit di hati dan di tubuh
ini harus dikeluarkan.
Aku merasakan seperti ini bukan karena kecewa terhadap takdir &
keputusan Allah terhadap kami, Insya Allah kami ikhlas dengan keputusan
Allah ini & kami yakin ini yang terbaik untuk kami.
Aku ingin bercerita bermula dengan perkawinanku dulu, aku termasuk
wanita yang menikah tidak terlalu tua, saat menikah usiaku masih 26
tahun, namun saat menikah aku masih berstatus sebagai mahasiswi karna
melanjutkan pendidikan sambil bekerja.
Dengan kata lain saat menikah dulu, aku belum ingin punya keturunan terlebih dahulu, dan ingin kuliah aku selesai dulu.
Namun setelah selesai kuliah, setahun lamanya kami berusaha secara alami tak kunjung jua diberikan keturunan.
Dengan kondisi seperti itu, aku & suami mulai melakukan pemeriksaan
secara medis tentang kondisi kesehatan reproduksi kita. Dan pemeriksaan
dilakukan di 2 RS ternama di jakarta. Dan dari hasil pemeriksaan
dikatakan bahwa aku sehat secara reproduksi & suamipun masih dalam
kondisi yang baik, hanya kurang jumlah dan itupun tidak terlalu
significant dan kondisi suami berangsur-angsur membaik setelah diobati
oleh ahli andrologi.
Dengan hasil pemeriksaan seperti itu, kami sangat bersyukur, dan kamipun
dianjurkan untuk bereproduksi secara alami dengan bantuan obat-obatan.
Namun setelah hampir 3 tahun lamanya kami berobat belum mendapatkan
hasil yang kami inginkan, sampai-sampai aku dan suami sudah bosan
meminum obatnya.
Akhirnya dokter menganjurkan kami untuk inseminasi, namun saat itu karna
kesibukan suami yang kerja diluar kota dan mungkin rasa hopeless kami
terhadap pengobatan medis, akhirnya rencana itu tidak kami lakukan.
Dan dengan informasi dari berbagai pihak, keluarga, teman untuk berobat
alternatif, kami ikuti setiap cara pengobatan alternatif. Jadi bila ada
yang memberitahu dengan dipijit perutnya, kakinya, minum ramuan, minum
air putih doa, diobati dengan media telur, pokoknya apapun yang masih di
koridor agama kami, kami lakukan. Sampai akhirnya aku dinyatakan hamil
secara alternatif.
Namun setelah berbulan2 lamanya aku hamil, perutnya membesar tapi aku tak kunjung2 juga melahirkan.
Sampai akhirnya aku mengakhiri kehamilanku dengan memeriksakan diri ke medis.
Dan ternyata setelah di USG dari yang termurah sampai yang termahal....
,
aku dinyatakan tidak hamil, dan pada USG yang termahal perutku berisi
miom dan polip, yang awal aku periksa tidak pernah ditemukan. Perjalanan
USG dari satu tempat ke tempat lain, aku selalu merasakan ocehan orang2
medis bahwa aku hamil psikologis, dengan kata lain aku sakit jiwa karna
ingin hamil jadi perutnya membesar. Ingin rasanya aku berteriak saat di
vonis seperti itu, aku ingin mengatakan bahwa bkn pikiran & otak
aku yang buat perutku besar, aku memang ingin hamil & punya anak,
namun bukan berarti pikiranku dah nggak waras. Aku juga nggak ngerti
kenapa bisa seperti ini.
Akhirnya aku berobat medis kembali dan polip aku diangkat, namun miom
tidak diangkat, karna tidak terlalu mengganggu rahim aku jika aku hamil.
Dan setelah pulih, aku rajin berolahraga, yang akhirnya kondisi tubuh
aku kembali seperti semula
Urusan hamil aku selesai dengan cara medis tadi, namun karena kejadian
itu aku menanggung perasaan yang sangat berat sekali menurut aku.
Karena aku harus mengalami omongan orang tentang aku macem2, sampai
akhirnya aku memutuskan pindah kerja tanpa kabar berita yang jelas, yang
pasti aku malu untuk bertemu & ditanyakan kondisi aku oleh orang
lain.
Namun ditempat kerja yang barupun aku mengalami omongan macem2 juga
terhadap kehamilanku itu, dibilangnya aku hamil lemak, dan kurus kembali
setelah sedot lemak...
.
Malah dikabarkan aku hamil gaib & anakku hilang oleh tetangga &
lingkungan tempat tinggal orang tua & mertuaku karena kehamilan aku
itu. Dan akibat kondisi itu juga aku sudah tidak lagi memperdulikan
karier aku yang sedang menanjak di satu instansi. Karena saat itu aku
berpikir, hidup itu pilihan, jabatan itu amanat dari Allah, kapanpun
Allah ambil itu bisa terjadi & pilihan serta prioritas aku setelah
aku menikah adalah membina keluarga sakinah, mawadah, warohmah dengan
suamiku, yang aku kenal & aku cintai sejak aku kelas 1 SMA.
Setelah badanku pulih, kembali seperti dulu, kurus lagi, Alhamdulillah
reda jugalah omongan orang lain terhadap aku, Subhanallah banyak juga
fans aku yaa....
Dan setelah itu karna umurku mencapai 35 tahun, kami memutuskan kembali
untuk berobat secara medis yang menurut kami dulu belum optimal kami
lakukan. Akhirnya kami mengikuti inseminasi di salah satu rumah sakit
khusus infertilisasi terkenal di jakarta, namun gagal, sedih seeh tapi
nggak berlarut2, tapi untuk memutuskan berobat medis kembali karena
kesibukan suami diluar kota kembali akhirnya urung dilakukan lagi.
Dari situ aku & suami mulai pasrah untuk tidak ingin dulu memikirkan
punya anak, kami perbanyak berdoa & sodakoh dulu. Namun kadang
lingkunganlah yang membuat kita jadi sakit, kadang kalo bertemu teman,
keluarga atau kerabat, selalu menanyakan, punya anak berapa?, kok belum
punya anak?, nggak brobat?, Kemana aja dah umur segini blom punya anak?,
Anak gw aja dah SMP/SMA, masa lw blom punya anak?, disana ada tempat
berobat ini, itu, orang pada berhasil, makannya banyak2 sodakoh....
.
Mungkin menurut orang lain itu basa basi yang biasa, namun menurut kami
itu adalah kata2 yang menyakitkan, karena rasanya kami tidak diam untuk
mendapatkan keturunan, rasanya kami sudah berkorban jiwa, raga, materil
untuk mendapatkan keturunan, tapi karna Allah belum mempercayakan pada
kami untuk punya keturunan, makannya kami belum punya anak saja. Dan
kadang2 suamiku bila mendapatkan pertanyaan atau pernyataan sprt itu,
dia selalu marah terhadap orang yang bertanya, nggak ngeliat yang
dimarahinnya saudara, teman maupun kerabat, karena suami tau persis
perjuangan aku untuk menjadi Ibu.
Dengan kondisi demikian, sampai-sampai aku tercetus pikiran sesat untuk
berpisah dengan suami, tercetus pikiranku, bila aku menikah dengan orang
lain, aku akan mendapatkan keturunan karena organ reproduksiku yang
sehat atau suamikupun akan punya keturunan juga jiga menikah dengan
orang lain. Namun Alhamdulillah Allah masih menunjukkan jalan yang
terbaik untuk kami & kami masih bersatu.
Usaha di ataspun belum membuahkan hasil sampai akhirnya usia aku hampir
mencapai 38 tahun, kami mulai berpikir kembali untuk berobat secara
medis dan kami termotivasi juga dengan teman aku yang sama usianya
dengan aku berhasil melalui program bayi tabung. Akhirnya aku kembali ke
RS yang dulu aku melaksanakan inseminasi, namun saat USG, ditemukan
miom aku mulai membesar & letaknya strategis, ditengah fundus rahim,
yang artinya berresiko mengganggu embrio nempel di rahim, dan dokter
menganjurkan aku untuk operasi. Pantas saja akhir-akhir itu bila datang
PMS, perutku terasa sakit, dan akan hilang bila aku meminum produk
penghilang rasa sakit.
Setelah diberitahu seperti itu, di kamar mandi aku menangis, bknnya bayi
yang kami dapatkan setelah bertahun2 kami berobat tapi malah miom yang
aku dapatkan....Innalillahi....
Karena rasa sedih & tidak percaya, akhirnya aku ganti RS dan dokter,
ternyata dr keduapun menyatakan sama. Akhirnya dengan berat hati aku di
operasi. Oh yaa saat operasi, teman kerjaku ada yang bilang, miom aja
mesti di operasi, kamu laparatomi atau laparascopy, kok hrs istirahat
segala, umur segini baru berobat, kmaren kemana aja?. Jujur untuk aku
pertanyaan & pernyataan itu menusuk hati, mendapati kondisi sprt ini
aja aku nggak sanggup, ini dianggapnya aku mengada2, Allahu akbar.
Setelah operasi cobaan lain aku rasakan, aku kehilangan papahku yang
sangat aku kagumi & sayangi yang selalu mendorong aku & suami
menegakkan keluarga yang samara, saat kehilangan papah aku mengalami
perdarahan hebat, karena stress yang aku rasakan. sebln kehilangan
papah, aku kehilangan bapak mertua aku.
Setelah kondisi datang bulanku stabil, aku melakukan therapi oral &
suntik untuk mendapatkan anak. Namun selama setahun belum mendapatkan
hasil yang diinginkan. Aku hanya sekali pernah telat menstruasi &
dokternya menyatakan hamil, namun gugur kembali karna awalnya aku tidak
tau hamil & beraktivitas seperti biasa. Sedih, saat melihat embrio
gugur ditanganku waktu aku BAK, namun kesedihan aku itu tidak berlarut2,
aku & suami terus berjuang, sampai akhirnya dr menyarankan aku bayi
tabung. Kami waktu itu setuju, karna drnya bilang bahwa biayanya hanya
mencapai kurang lebih 40 jtan. Dan kami telah sedia 50 jtan, namun
berjalannya wkt, ternyata bayi tabung aku mencapai 80 jt dengan short
protocol, karena obat stimulus ovum aku naik terus dosisnya, BT pertama
beta HCG aku sangat rendah yang artinya hamil tapi kondisinya tdk baik,
yang akhirnya aku mengalami embrio gugur, Sedih, sakit, panas di perut
aku rasakan saat itu, tapi tidak berlarut2, 3 bln kemudian aku mencoba
bayi tabung kedua, di tempat yang berbeda karna lebih murah, dengan long
protocol hanya habis 45 jtan, namun jika dihitung-hitung dengan
transport & penginapan, nilainya mencapai hampir 70 jtan. Kegagalan
bayi tabung yang pertama membuat aku lebih cemas di bayi tabung kedua.
Oh yaa aku ingin sampaikan setiap aku mau USG, semenjak aku dinyatakan
hamil psikologis oleh dokter, aku selalu cemas, badan aku dingin, hati
deg2an, sampai2 mau OPU pertama kali tensiku naik drastis. Aku seperti
terkena gangguan jiwa, takut mendapat berita buruk dari dokter yang
memeriksa aku. Dan di bayi tabung kedua, rasa itu semakin tinggi, dari
mulai aku USG kontrol ovum sampai ET aku selalu cemas. Dan suamiku
sangat tau itu, sehingga dia selalu memegang tangan & mencium kening
aku bila aku akan di USG atau dilakukan tindakan lain. Dan memang
karena umur aku, dari mulai BT 1 dan BT kedua, kondisi ovum aku kurang
banyak dan memerlukan stimulus obat yang panjang dan tinggi dosisnya,
alhasil BT aku harganya lebih mahal, karena aku harus membeli obat
stimulus ovum yang di Indonesia super mahal harganya. Dan aku sering
menghilangkan kecemasanku itu dengan travelling. Oh yaa BT aku kedua di
malay, jadi aku sering manfaatkan waktu periksa ovum dengan travelling
juga. BT aku kedua aku harapkan berhasil, selain dukungan moril dari
keluarga aku & suami, dukungan materilpun mereka berikan kepada
kami, karena kami memang bukan termasuk orang yang berlebihan, juga
embrio yang dihasilkan & ditanam di perut aku lbh byk & secara
kualitaspun lbh baik dari BT 1. Namun Allah berkata lain, kami masih
belum mendapatkan kepercayaan juga untuk punya keturunan. BT aku
keduapun nilai beta HCGnya turun terus, walaupun aku tidak mengalami
gugur embrio sprt BT 1, namun dengan nilai beta HCG yang turun aku dapat
merasakan BT aku yang kedua juga gagal lagi. Disini aku baru melihat
suamiku berkaca2 matanya, setelah sekian banyak ujian kegagalan punya
anak yang kami alami.
Kegagalan BT kedua ini buat aku sudah tdk lagi mengeluarkan air mata,
karena yang aku rasakan sudah campur aduk. Yang pasti aku belum sanggup
memberikan kabar ini kepada orang tua, keluarga & teman kerja. Aku
nggak tega & nggak ingin membuat orang tua & keluargaku sedih
& aku nggak mau lagi menanggung omongan macem2 org lain thdp aku.
Yang pasti, aku & suami bkn give up untuk berusaha mendapatkan
keturunan, namun kalo untuk mencoba BT lagi aku tidak sanggup. Bukan
secara fisik atau materi, walaupun kami bkn org mampu, namun selama kami
berusaha, Allah selalu kasih jln rezeki terhadap kami. Yang membuat aku
nggak sanggup adalah mental aku, rasa cemas yang selalu menghantui aku
dan cemas menghadapi berita setiap tindakan, juga cemas terhadap omongan
orang lain. Oh yaa, selama aku BT aku cuti & sering izin, dan itu
menimbulkan rasa iri thdp orang lain, menurut aku wajar saja, karna aku
memang izinnya sdh terlalu byk....
,
Namun kadang kondisi sprt aku, yg selain sdh mengalami kegagalan
berkali2 dan respon hormon jg, aku sedikit lbh sensitif. Jadi jika ada
omongan yg aneh dari teman kerja, aku suka merasa sedih aja, sprt
omongan aku travelling di sela2 wkt priksa ovum, dianggapnya bkn dalam
rangka program, sedih aku mendengarnya. Padahal aku travelling juga
slain refreshing, memanfaatkan wkt, juga untuk mengurangi kecemasan aku,
Dan alasan itu jugalalah aku tidak mau curhat terhadap org lain secara
bertatap muka, karna org itu hanya menilai sepotong2 atau tampilan luar
aja. Oh yaa, tampilan aku memang orgnya ceria, jd org pasti tdk akan
menyangka kalo aku rapuh, cemas jika dipriksa atau dilakukan tindakan
secara medis.
Oh yaa kegagalan BT kedua kami, kata yang pertama kali suami & aku
ucapkan Alhamdulillah, kami bersyukur atas smua ketetapan Allah kepada
kami, dan kami yakin ini jalan kami yang terbaik.
Kejadian ini membuat kami berpikir, saat ini kami istirahat dulu untuk
memikirkan punya anak, dan jika Allah mengijinkan kami punya anak, Allah
pasti kasih untuk kami, dengan jalan, waktu dan cara yang hanya Allah
yang Maha Tahu. Saat ini target kami, kami ingin umroh dulu, meminta sm
Allah ditunjukkan yang terbaik untuk kami sekeluarga.
Hikmah yang kami dapatkan dari kegagalan2 kami, kedekatan aku &
suami semakin intim & kompak, kami seperti tim yang saling support,
pernah merasakan calon-calon anak kami hidup di rahim aku, walaupun
hanya beberapa hari atau beberapa minggu, aku lebih tau lagi keluarga,
teman, rekan kerja yang mensupport kami dengan tulus, Aku lebih tau lagi
susahnya menjadi seorang Ibu, mudah2an aku & suami lbh bisa lagi
menghargai, mencintai & menyayangi ortu kami, dan mudah2an hati kami
lebih kuat lagi mendengar basa basi orang lain....
Semoga cerita aku ini bisa menjadi inspirasi untuk org lain, intinya yg ingin aku sampaikan :
1. Bila menginginkan suatu tujuan, jangan ditunda2, karna waktu berjalan terus
2. Tugas manusia hanya berusaha & berdoa, urusan berhasil sdh kuasa Allah SWT
3. Anak adalah harta titipan Allah, belum / tidak dikarunia anak bkn berarti akhir dari segalanya
4. Untuk yang sudah punya keturunan, jaga amanat Allah dengan
sebaik2nya, karena tidak sedikit pengorbanan org lain untuk mendapatkan
amanat Allah tsb
Terakhir, terima kasih aku udh dikasih kesempatan buat nulis di blog
ini, jujur stlh nulis ini, hati aku agak sedikit tenang, karena mungkin
keluar semua unek2 aku, mohon maaf jika selama dalam usaha aku &
suami berjuang untuk mendapatkan keturunan telah merugikan orang lain,
baik secara fisik, emosi & jiwa, dan semoga kita semua dalam
lindungan Allah SWT.....Aamiinnn YRA