Alkisah ada seorang pedagang batu perhiasan yang sangat terkenal. Ia
ahli dalam menilai kualitas batu permata dan batu-batu perhiasan terbaik
di dunia. Karena tersohor, keahlian yang dianggap langka itu pun
terdengar oleh seorang raja yang sangat kaya. Konon, raja kaya ini
memiliki aneka macam jenis batu paling baik di seantero negeri. Koleksi
permatanya selalu mengundang decak kagum bagi siapa saja yang
melihatnya. Karena itulah, si raja menjadi sombong dengan semua yang
dimilikinya.
Mendengar keahlian si pedagang, maka dipanggillah ia menghadap sang
raja. Selain ingin menyombongkan koleksi batu yang dimilikinya, sang
raja juga ingin menguji kehebatan si pedagang dalam menilai batu-batu
koleksinya.
Singkat kisah, si pedagang pun menghadap sang raja. “Wahai pedagang,
aku dengar kau dikenal sebagai ahli bebatuan terbaik. Coba katakan, mana
batu paling sempurna dari koleksiku. Batu itu kelak akan aku berikan
pada putra mahkotaku, jika sudah saatnya aku turun tahta,” seru sang
raja.
Mendapat perintah itu, si pedagang batu segera melihat semua koleksi
batu sang raja. Saking banyaknya koleksi—di mana semuanya bagus-bagus—ia
butuh waktu hingga satu minggu lamanya. Hingga, suatu hari ia
melaporkan hasil pencariannya kepada sang raja. “Baginda, semua koleksi
sudah dilihat. Tapi maaf, tak ada satu pun batu yang terlihat sempurna
menurut pengamatan hamba.”
Raja pun tersinggung. “Hai, kamu pedagang batu yang sok tahu! Semua
batuku adalah batu paling bagus, paling sempurna. Berani-beraninya kamu
mengatakan tak ada batu sempurna di antara batu terbaik itu.”
“Ampun Tuanku. Hamba hanya seorang pedagang batu yang mengutarakan
hasil pengamatan sesuai tugas yang Tuan berikan. Namun, seperti yang
hamba katakan, tak ada batu sempurna yang pantas Tuan wariskan pada
putra mahkota. Sebab, kesempurnaan itu tidak akan ada artinya jika hanya
kemewahan batu yang Tuan ingin wariskan. 'Kesempurnaan' yang sejati
sebenarnya bukan muncul dari batu indah ini. Tapi, perhatian dan
keikhlasan dalam mewariskan tahta untuk kepentingan rakyat semualah yang
justru akan membuat batu apa pun yang dipilih untuk diwariskan, baru
benar-benar bisa menjadi batu yang sempurna.”
Sang raja tercengang dengan ucapan tulus si pedagang batu. Ia kini
tersadar, bahwa batu-batu sempurna yang dimilikinya tak ada artinya
dibanding kesempurnaan dalam memberikan perhatian terbaik pada putra dan
rakyatnya.
Kisah di atas merupakan sebuah gambaran, bahwa nilai kesempurnaan sesuatu sangatlah relatif.
Bukan berarti mengejar kesempurnaan adalah hal yang salah. Bahkan
sejatinya, mengejar kesempurnaan adalah sebuah “kewajiban”. Hal ini
menjadi wajib karena tanpa mengejar kesempurnaan, kita justru tak akan
bisa berkembang.
Bagi saya pribadi, sempurna hanyalah bagian dari sebuah predikat dari apa yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan.
Dan, karena sifatnya yang sangat relatif, sempurna bagi saya adalah
“kependekan” dari sebuah perjalanan menuju paripurna. Ini bisa dipahami
bahwa kita pasti selalu mengalami perjalanan demi perjalanan, untuk
mencapai satu tahap kehidupan. Dan, begitu paripurna atau telah lengkap,
kita akan menuju pada perjalanan berikutnya. Di sinilah nilai
“kesempurnaan” seseorang akan terwujud, yaitu ketika ia mau terus
berjuang, terus berkarya, dan terus berupaya. Sehingga, “tugas” sebagai
manusia seutuhnya, yang diciptakan Sang Mahakuasa dengan peran dan tugas
masing-masing, akan benar-benar membawa “kesempurnaan”, yakni berupa
kebaikan bagi alam semesta.
Taurus In Motivation
0 komentar:
Posting Komentar