Terkisah disuatu kota, hiduplah seorang pemuda yang tampan dan saleh, serta berpendidikan. Pemuda itu mempunyai orang tua yang hampir setiap hari, secara halus memaksanya untuk menikah.
Ayah dan ibunya telah mengajukan banyak proposal pernikahan pada pemuda tampan itu, tapi anehnya semua tidak ada yang cocok. Mereka pun berpikir dan menjadi sedikit curiga pada anaknya. Kemungkinkan si pemuda telah memiliki wanita pilihan, tapi kenapa tak pernah memperkenalkan pada orang tuanya sendiri. Dan tanpa putus asa, orang tua pemuda tersebut selalu mencarikan wanita untuk anaknya.
Namun setiap kali orang tuanya memperkenalkan pada seorang wanita, pemuda itu selalu berkata,” bukan dia orangnya yang cocok.”
Pemuda itu hanya ingin seorang gadis yang paham tentang agama dan santun prilakunya. Sampai pada satu hari ibunya mengatur rencana baginya, yaitu untuk bertemu dengan seorang gadis yang dianggap cukup solehah oleh ibunya dan juga santun. Pada hari yang telah ditentukan, pertemuan itu pun terjadi di rumah si pemuda. Sang ibu yang mengajak gadis itu kerumahnya dengan harapan dapat menaklukan hati anaknya. Akhirnya si gadis dan pemuda itu saling berbicara , dan saling bertanya.
Pemuda itu mengizinkan si gadis untuk bertanya terlebih dahulu padanya. Si gadis bertanya pada pemuda itu dengan begitu banyak pertanyaan, dia bertanya tentang pendidikan, teman-teman, keluarga, kebiasaan, hobi, gaya hidup, pengalaman, bahkan bertanya tentang ukuran sepatu si pemuda.
Si pemuda menjawab semua pertanyaan dari si gadis tanpa lelah, dan dengan kata yang sopan serta tak lupa dengan sesekali diselingi dengan senyuman khasnya. Si gadis hampir menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk bertanya. Karena merasa tak enak, si gadis pun meminta agar pemuda itu juga bertanya padanya.
Pemuda itu berkata,”saya hanya memiliki 3 pertanyaan.”
“Hanya tiga pertanyaan? Wow, kira-kira apa ya?,” pikir gadis itu dalam hati.
“Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini dan yang juga mencintaimu tanpa batas?.”
“Pertanyaan yang mudah, ibu saya tentunya,” jawab gadis itu sambil tersenyum.
“Pertanyaan kedua, kamu bilang bahwa kamu telah banyak membaca Al-Qur’an, bisa kamu ceritakan surat mana dalam Al-Qur’an yang kamu telah paham arti dan maknanya?,” lanjut si pemuda.
Mendengar pertanyaan itu, wajah gadis itu memerah menahan malu seraya berkata,” saya tidak hafal arti dan makna walau satu surahpun dalam Al-Qur’an, hanya beberapa ayat saja yang saya tahu maknanya. Tapi, nanti saya akan berusaha, insya Allah. Maklum, setiap hari saya sangat sibuk yang membuat saya tak sempat menghafal ataupun memahami maknanya.”
“Pertanyaan ketiga, sebenarnya ini bukan pertanyaan, tapi saya hanya akan jujur. Telah banyak gadis yang mendekati saya dan mengajak untuk menikah, dan gadis-gadis itu jauh lebih cantik dari kamu. Jadi, kenapa saya harus mau menikah dengan kamu? Yang lain jauh lebih menawan.” ucap pemuda itu dengan nada serius.
Mendengar perkataan yang keluar dari bibir si pemuda itu, si gadis tampak sangat marah. Matanya memerah, nafasnya naik turun menahan api amarah yang hampir keluar dan siap membakar pemuda itu. Tangannya memukul meja, matanya menatap tajam tanpa berkedip ke arah pemuda itu. Segera ia berdiri, seperti kucing yang siap menerkam mangsanya.
“Kamu pikir kamu pemuda yang paling tampan? Wajah pas-pasan saja sudah sombong. Banyak pemuda yang telah melamarku, tapi aku menolak karena mereka tak berendidikan. Aku mau dijodohkan dengan kamu karena aku mendengar kamu orang yang berpendidikan, tetapi aku salah. Kamu tak lebih baik dari orang yang sakit jiwa.!!” Ucap si gadis dengan suara yang meninggi.
Setelah puas memarahi si pemuda yang dianggap tak tahu diuntung itu, ia bergegas menemui orangtua si pemuda dan mengadukan semuanya.
“Saya tidak ingin menikah dengan putra ibu, dia menghina kecantikan saya, dan juga meremehkan kecerdasan saya.” ucap gadis itu dengan nada kesal, lalu tanpa berkata lagi ia berlalu pergi.
Tentu saja orangtua si pemuda heran dengan apa yang dikatakan oleh gadis itu. Ibu si pemuda segera beranjak dari ruang tamu menemui anaknya di teras depan rumah. Rencana untuk menikahkan anaknya gagal lagi. Kali ini orangtua pemuda itu benar-benar marah.
“Apa yang kamu lakukan sampai gadis itu marah? Dia itu dari keluarga yang begitu baik dan ramah. Dia serta keluarganya juga paham tentang agama, dia ciri-ciri wanita yang kamu inginkan. Apa yang kamu katakan pada gadis itu??.” Tanya sang ibu pada si pemuda dengan sedikit kesal.
Pemuda itu berkata,”Sabar dulu, bu. Tadi, pertama saya bertanya kepadanya, siapa yang paling dia cintai? Dia pun menjawab bahwa ibunya yang paling dia cintai.”
“Apa yang salah dengan jawaban itu??.” Tanya sang ibu memotong perkataan anaknya.
Pemuda itu berkata,”Belum dikatakan sempurna iman seseorang, sampai ia mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari siapapun di dunia ini. “Sungguh orang yg beriman lebih mencintai Allah dari pada yg lainnya(QS. Al-Baqoroh 165). Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi lebih dari siapa pun, dia akan mencintai saya dan menghormati saya, dan tetap setia kepada saya dikarenakan cintanya itu yang membuatnya takut pada Allah. Pada akhirnya bisa berbagi kasih dan cinta, karena cinta yang lebih besar dari nafsu kecantikan.”
Pemuda itu menarik nafas, sebelum dia meneruskan perkataannya,” Kemudian saya bertanya, apakah dia membaca banyak Al-Qur’an, dan saya meminta dia untuk menjelaskan arti dan makna dari setiap surah? Dan dia bilang tidak tahu walau satu surah pun karena dia tidak punya waktu, dia bilang sangat sibuk. Saya teringat suatu hadits yang mengatakan bahwa semua manusia itu šeperti orang mati kecuali bagi mereka yang memiliki pengetahuan. Nabi juga pernah bersabda,”Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari). Dia telah berumur 20 tahun dan tidak mempunyai waktu sedikitpun untuk mencari ilmu agama. Lalu, buat apa saya menikahi seorang wanita yang tidak tahu hak-hak dan tanggung jawabnya pada Allah , dan apa yang akan dia ajarkan anak-anak saya? Padahal wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru yang terbaik untuk anak. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, pasti nanti juga tidak akan punya waktu untuk suaminya.” Tambah si pemuda.
Ibunya hanya diam mendengar penjelasan anaknya, raut wajah yang tadi marah itu perlahan-lahan menjadi wajah yang sedikit menyunggingkan senyuman.
“Pertanyaan ketiga saya padanya adalah saya bercerita bahwa banyak gadis yang lebih cantik daripada dia telah mencoba mendekati saya dan mengajak untuk menikah, mengapa saya harus memilih dia? Itulah sebabnya ia bergegas pergi sambil marah-marah.”
“Mengapa kamu berkata hal seperti itu, pantas saja dia marah. Kita harus kerumahnya sekarang untuk minta maaf.” Kata ibunya.
“Ibu, Saya mengatakan hal itu dengan sengaja, untuk menguji apakah dia bisa mengendalikan amarahnya atau tidak. Nabi pernah bersabda,” Jangan marah!” begitu sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari. Ibnu Hajar dalam Fathul Bani menjelaskan makna hadis itu: “AlKhath thabi berkata, “Arti perkataan Rasulullah SAW ‘jangan marah’ adalah menjauhi sebab-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang mengarah kepadanya.”
Dan sebenarnya marah itu datangnya dari syetan. Seorang wanita yang tidak bisa mengendalikan kemarahannya dengan orang asing yang baru ia kenal dan baru saja bertemu, lalu apakah ibu kira dia akan mampu mengontrol dan mengendalikan amarah pada suaminya nanti?.” terang si pemuda pada ibunya.
Ibunya tersenyum, menepuk pelan pundak anaknya seraya bergumam, ” Kamu anak kebanggaan ibu yang akan menolong orangtuamu nanti.”
Anak dan ibu itu melangkah kedalam rumah dengan perasaan bahagia. Dan sejak hari itu, ibunya ataupun bapaknya telah menyerahkan keputusan menikah pada anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar